Banyuwangi Jadi Laboratorium Seni, Puluhan Mahasiswa ISI Surakarta Pelajari Seni Tari Khas Bumi Blam

4inoin.jpg Perwakilan Dispendik Banyuwangi Bersama Pemateri, Perwakilan Dosen dan Mahasiswa ISI Surakarta Membuka Workshop (Foto: Riqi/BWI24Jam)

BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Kekayaan seni dan budaya Banyuwangi kembali menarik perhatian dunia akademik. Puluhan mahasiswa dari Program Studi Tari, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta menjadikan Banyuwangi sebagai laboratori untuk mempelajari langsung ragam tari tradisional daerah paling ujung timur Pulau Jawa ini.


Kegiatan bertajuk Laboratori Banyuwangi tersebut digelar dalam bentuk workshop selama dua hari, Senin–Selasa (1–2/12/2025) di Gedung Juang 45. Workshop ini melibatkan sekitar 65 mahasiswa ISI Surakarta, termasuk mahasiswa ISI kelas Banyuwangi yang turut menjadi instruktur bersama para praktisi seniman tari Banyuwangi


Workshop secara resmi dibuka oleh Kasi Peningkatan Mutu, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) SD Dispendik Banyuwangi, Erpandi, mewakili Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Suratno. Ia menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan suatu pengembangan akademik lanjutan setelah ISI Surakarta Kelas Banyuwangi resmi berdiri pada September 2025 lalu.


“Kami menyambut baik kegiatan ini, kita berharap melalui kegiatan ini potensi yang ada di wilayah kita dan anak-anak yang ingin belajar seni tari dan musik bisa difasilitasi di sini, dan tentunya seniman ingin khazanah kebudayaannya dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan akademik seperti ini,” kata Erpandi.


Ia juga berpesan kepada generasi muda untuk terus melestarikan dan mengembangkan kesenian khas Banyuwangi, serta berharap karakter gerak tari dan musikalitas Banyuwangi dapat mewarnai daerah lain.


Suko Prayitno, dosen praktisi ISI Surakarta kelas Banyuwangi sekaligus pemateri tari Padang Ulan, menjelaskan bahwa berbagai tari khas Banyuwangi menjadi materi pembelajaran mahasiswa.


“Mereka mempelajari seni tari-tari di banyuwangi, Banyak ada tari gandrung, marsan, tari juru, padang ulan, kemudian ada juga yang unik Laikan Banyuwangi yang akan dipelajari mereka,” urai Suko.


Sementara itu, pemateri tari Gandrung Marsan, Subari Supyan, menegaskan bahwa mahasiswa tidak hanya mempelajari teori, tetapi juga praktik langsung agar memahami karakter gerak secara mendalam.


“Jadi mereka melakukan kegiatan materi tari Gandrung Marsan, biar mereka tahu asal muasal Gandrung lanang di banyuwangi sampai menuju Gandrung perempuan,” jelas Subari.


Subari juga berharap ilmu yang dipelajari di Banyuwangi dapat dibawa pulang dan dikembangkan di Solo. “Semoga materi ini juga di bawa ke Solo, mudah-mudahan akan disebarluaskan di Solo dan sekitar Solo,” pintanya.


Melalui kegiatan ini, Banyuwangi semakin menegaskan diri sebagai ruang belajar dan laboratorium budaya hidup. Ragam tari tradisional yang diwariskan para leluhur kini terus dipelajari, dijaga, dan dikembangkan oleh generasi muda lintas daerah (rq)