
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Kepala Dinas PU Pengairan Kabupaten Banyuwangi, Guntur Priambodo, turut serta dalam tradisi Ithuk-ithukan yang digelar oleh masyarakat suku Osing di Dusun Rejopuro, Desa Kampunganyar, Kecamatan Glagah.
Dalam kesempatan tersebut, Guntur tidak hanya menikmati hidangan khas yang disebut ithuk, tetapi juga langsung mengonsumsi air segar yang mengucur dari sumber mata air di Jopuro.
Tradisi Ithuk-ithukan, yang digelar setiap tanggal 12 Dzulqa'dah, kali ini jatuh pada Selasa, 21 Mei 2024. Masyarakat setempat merayakan tradisi ini sebagai bentuk rasa syukur atas keberlimpahan sumber mata air yang selama ini mereka manfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.
Ithuk sendiri merupakan wadah dari daun pisang yang berisi nasi lengkap dengan lauk pecel pitik, yakni ayam panggang yang disuwir-suwir kemudian dicampurkan dengan bumbu parutan kelapa yang diberi bumbu pecel.
Guntur Priambodo mengapresiasi tradisi ini, yang mencerminkan budaya lokal dalam menjaga keseimbangan alam, terutama sumber daya air.
"Tradisi itu berkembang di masyarakat atas wujud syukur atas melimpahnya sumber air, sehingga menjadi culture masyrakat setempat untuk menjaga keseimbangan alam, terutama sumber daya air, itu sudah ditanamkan di anak-anak mereka," kata Guntur, kepada BWI24Jam.
Kualitas sumber mata air ini terbukti dengan adanya habitat capung yang berkembang di kolam-kolam dengan arus yang tenang di area tersebut. Capung, yang dikenal sebagai bioindikator, menunjukkan bahwa kualitas lingkungan, terutama air di Jopuro, masih terjaga dengan baik.
"Mereka (anak-anak) juga mulai memahami keanekaragaman flora fauna yang ada di habitat sekitar wilayah sumber air, seperti capung dan kupu kupu," ujarnya.
"Adanya kuku-kupu dan capung mengindikasikan bahwa lingkungan sekitar habitat masih mempunyai kualitas lingkungan yang bagus," imbuhnya.
Melalui partisipasinya dalam tradisi Ithuk-ithukan, Guntur mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama melestarikan sumber mata air agar bisa terus dimanfaatkan hingga generasi mendatang.
Tradisi Ithuk-ithukan ini bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga merupakan simbol harmoni antara manusia dan alam, yang diharapkan dapat terus diwariskan dan dilestarikan oleh generasi penerus masyarakat Banyuwangi. (rq)