
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Imbas pembatasan sound horeg yang disepakati Forpimda Banyuwangi dirasakan getir bagi sebagian pemuda di Kecamatan Genteng. Mereka yang meniatkan diri ikut ambil bagian dalam pagelaran pawai budaya meminta kelonggaran kepada pejabat teras setempat, Senin (28/07/2025).
Kelonggaran itu ialah penggunaan truk untuk mengangkut sound sistem tampil di karnaval umum Kecamatan Genteng. Dimana penggunaan truk dilarang dalam kesepakatan yang tercetus antara Forpimda, ormas keagamaan, dan pengusaha sound sistem pada Jumat, 27 Juli 2025.
Antonius Widi Kristianto, perwakilan pemuda mengaku keberatan jika truk dilarang digunakan mengangkut sound sistem. Mengingat penggunaan truk itu masuk dalam klausul sewa yang disepakati dengan pemilik sound sistem.
"Itu sudah masuk dalam perjanjian sewa dengan pemilik sound sistem. Maka dari tu kami meminta pelonggaran kepada pak camat dan Kapolsek," kata Antonius Widi Kristianto, perwakilan pemuda Genteng.
Jika tak ada kelonggaran, masih kata dia, uang persekot yang terlanjur dibayarkan terancam hangus. Uang panjar yang dibayar bahkan nilainya mencapai puluhan juta rupiah.
Sebanyak 15 komunitas pemuda yang sudah membayar persekot yang nilainya cukup fantastis. Duit itu menurut Antonius berasal dari kantong pribadi anggota yang dikumpulkan secara kolektif.
"DP yang sudah kami bayarkan bisa hangus jika truk dilarang mengangkut sound sistem. Itu semua uang dari kantong pribadi kami bukan dari pemerintah," tegas Antonius.
Ia pun membandingkan pelaksanaan karnaval di wilayah lain yang aman-aman saja saat truk digunakan mengangkut sound sistem pekan lalu. Menurutnya, karnaval itu bisa melenggang bebas memakai truk setelah aturan pembatasan sound horeg disepakati Forpimda.
Ancaman persekot hangus bukan isapan jempo jika Forpimca Genteng menerapkan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Yakni, sound sistem maksimal empat sap dan penggunaan truk diganti pikap.
"Kami minta itu setara dengan yang lain. Tempat lain boleh pakai sound sistem enam sap dan truk tapi kenapa Genteng tidak boleh. Apakah tidak ada solusi untuk kami," ungkap Antonius.
Sementara itu, Camat Genteng Satrio menegaskan tetap memberlakukan aturan pembatasan sound horeg di wilayahnya. Pemutaran sound horeg yang diizinkan ditempat tak boleh keliling.
"Kami sudah sampaikan kepada pemuda bahwa sound horeg yang keliling dibatasi yakni empat sap dan menggunakan L300 (pikap)," katanya.
Menyoal penggunaan truk, Satrio menyebut kesepakatan yang ditelurkan antara kecamatan dan Pemda memiliki kesamaan. Sama-sama melarang penggunaan truk.
"Bedanya kabupaten sepakat enam lapis (sap) sedangkan kesepakatan bersama di tengkat kecamatan sebelumnya empat lapis (sap). Tapi sama-sama melarang truk untuk mengangkut sound sistem," tegasnya.
Meski begitu pihaknya tetap menampung uneg-uneg yang disampaikan kalangan pemuda itu. Mereka pun dianjurkan untuk membuat surat perijinan dari desa untuk ditembuskan ke Polsek lanjut ke Polresta ihwal penggunaan truk tersebut.
"Kami tetap menampung keluh kesah yang disampaikan mereka. Tapi keputusan kami tetap pada kesepakatan bersama," tutup Satrio. (ep)