Warga Grajagan Datangi Kantor Pemkab Banyuwangi

IMG-20230628-WA0001.jpg FOTO: Hasbi/bwi24jam.co.id

BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi- Warga Tanah Pusaka Grajagan Banyuwangi Jawa Timur. Forum Tanah Pusaka mencari hak atas status tanah yang di tempati di kawasan blok pathuk Grajagan pada. Selasa (27/6/2023).


Forum Tanah Pusaka yang bersama dengan mahasiswa Organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) Banyuwangi dengan membawa peta lama serta data lainya sebagai dasar untuk penyelesaian konflik status tenurial yang diklaim menjadi wilayah TN Alas Purwo dan perum perhutani KPH Banyuwangi Selatan. 


Hal tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2001, namun hingga kini masih belum ada titik temu dan penyelesaian yang memberikan dampak positif terhadap masyarakat yang tinggal sekitar objek tanah.

Dalam permasalahan tersebut setelah Forum Tanah Pusaka mengirim surat permohonan audiensi perihal penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan (PPTKH) ke BPTKHL wilayah Yogyakarta.


Menurut Khoirul Anam Ketua Forum Peduli Tanah Pusaka mengatakan bahwa kawasan Pathuk atau Tanah Pusaka tersebut merupakan awal mula pusat pemerintahan di Desa Grajagan.


"Tanah Pusaka ini merupakan kawasan tanah perdikan, atau daerah otonom yang memiliki sistem pemerintahan sendiri dibawah seorang lurah dan carik sebagai sekertaris Desa, dan kawasan ini sebagai pusat pemerintahan Grajagan, Lurah atau Kades Pertama yakni Karso Wono Samudro, pada tahun 1770," Kata Khoirul.


Khoirul menyebutkan setelah kepemimpinan Kepala Desa atau Lurah ke 3 yakni Tirto Wono Samudro pusat kepemerintahan tersebut dipindah ke Curah Jati dan dibuat sebuah pendopo hingga sekarang.


"Alasanya karena Tirto Wono Samudro menikah dengan gadis cantik di Curah Jati, hingga sekarang menjadi Kantor Desa Grajagan," Sebutnya.


Warga pun masih menetap di wilayah Tanah Pusaka, karena terdapat sebuah wabah malaria dikarenakan dekat dengan laut anakan pada tahun 1830.


"setelah ditinggalkan itu, pada tahun 1965 tanah pusaka dijadikan sebagai kawasan pertanian warga, dan pada waktu orde baru kelompok petani yang di sebut BTI di cap sebagai onderbouw dari PKI, maka semua warga melarikan diri dan takut adanya operasi penumpasan sisa anggota PKI,"cetusnya.


Khoirul juga menceritakan jika kembalinya dikelola warga saat LKMD desa Grajagan melakukan Tambaknisasi, setelah panen tiba- tiba PT Perhutani memasuki kawasan dan mengusir warga.


"itu di usir, intimidasi, pemukulan, waktu sampai gejolak dengan warga, akhirnya kami pada tahun 2000 - 2003 mencari status atas hak tanah kami kembali, sampai haering ke DPRD Banyuwangi, dengan hasil memuaskan," Sebutnya.


Tak disangka pada tahun 2010 ternyata konflik kembali terjadi antara warga dengan TN Alas Purwo dan Perhutani, kejadian tersebut berawal dengan klaim pemasangan patok tanda batas oleh Perhutani dan TNAP.



"awalnya bilang kalah itu sementara, tapi muncul intimidasi dari pihak mandor Perhutani, bahkan beberapa warga pun di kriminalisasi akibat gerakanya," jlentreh Anam.


Kini meskipun konflik itu sudah terbilang redam warga juga masih khawatir akan adanya peristiwa serupa yang menimpa warga Tanah Pusaka, warga pun hingga kini memperjuangkan hak status tanah dengan membawa berbagai bukti dan data.


Dalam pertemuan saat di kantor pemkab Banyuwangi FPTP ditemui oleh Samsi Kasubag Pemerintahan Daerah, dalam pertemuan itu pihak ketua FPTP meminta untuk mengirim surat permohonan mediasi kepada pihak terkait.


"Kita sebagai Kasubag Pemerintahan hanya memfasilitasi mediasi saja, ajukan permohonan mediasi dengan pihak terkait agar bisa dikaji ulang terkait status Tanah Pusaka," kata Samsi dalam pertemuan itu.