
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Terbuka Harapan besar bagi kaum perempuan, khususnya yang akan ikut memperebutkan kursi pada Pemilu Anggota DPR/DPRD Provinsi/DPRD Kab/Kota Tahun 2024, setelah Putusan Mahkamah Agung Nomor 24 P/HUM/2023 yang secara jelas berpihak pada keterwakilan perempuan.
Dengan putusan tersebut, menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan di parlemen bukan hanya sebagai bagian dari politik keterwakilan dalam suatu sistem demokrasi, tetapi juga sebagai tempat kedaulatan berada di tangan rakyat yang bersifat inklusif, dan secara khusus akan membawa aspirasi dan kepentingan kaum perempuan.
Menurut Koordinator Akademi Pemilu dan Demokrasi (APD) Kabupaten Banyuwangi, Anang Lukman Afandi, Banyak persoalan perempuan, yang hanya bisa diperjuangkan melalui kehadiran langsung perempuan dalam posisi-posisi pengambilan kebijakan, maka baik politik kehadiran maupun politik gagasan, sama-sama membutuhkan keterwakilan perempuan di parlemen.
Anang menegaskan, Putusan MA pada hari Selasa (29/8/2023) telah menorehkan sejarah manis dalam perjalanan Demokrasi di Indonesia. Sebelumnya, putusan Mahkamah Agung (MA) selalu berpihak pada keterwakilan perempuan minimal 30 persen dari total anggota legislatif di semua tingkatan, baik DPR, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota.
“Putusan MA ini adalah bentuk keberpihakan Yudikatif pada Perempuan, ini patut diapresiasi dan dicatat sebagai tinta emas bagi sejarah kepemiluan kita. Namun, apakah putusan MA ini berpengaruh pada tingkat keterpilihan perempuan pada Pemilu 2024, Itu semua bergantung pada masyarakat yang punya hak pilih, mudah-mudahan saja”, Jelas Anang yang juga Anggota Bawaslu Kabupaten Banyuwangi Periode 2018-2023.
Objek Permohonan
Dalam Objek Permohonan yang diajukan oleh Perludem dan KPI yaitu Pasal 8 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota terhadap UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW).
Majelis MA menyatakan Pasal 8 ayat (2) PKPU No. 10/2023 bertentangan dengan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan bertentangan dengan UU No. 7 Tahun 1984.
Ditegaskan pula bahwa PKPU itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: "Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas."
Dengan demikian, pasal a quo, lanjut Anang, selengkapnya berbunyi sebagai berikut pada Pasal 8 ayat (2): Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas.
Implikasi Pada Peraturan KPU
"Sejak ada putusan MA tersebut, maka PKPU No. 10/2023 tidak lagi punya kekuatan hukum mengikat. Hal ini tentunya akan berimplikasi pada tahapan yang sedang berlangsung," jelasnya kepada BWI24Jam pada Kamis (31/8/2023).
Mengacu pada PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024, pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota mulai 24 April 2023 hingga 25 November 2023.
"Masih ada waktu untuk mencermati keterwakilan perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) selagi KPU belum menetapkan daftar calon tetap (DCT) pada tanggal 4 November 2023," imbuhnya.
Diketahui bahwa DCS diumumkan pada tanggal 19—23 Agustus 2023. KPU lantas memberi kesempatan masyarakat untuk mencermati dan memberi masukan terhadap nama-nama tersebut, 19—28 Agustus 2023.
Seyogianya sebelum merevisi PKPU No. 10/2023, Anang menyebut, penyelenggara pemilu melibatkan pemangku kepentingan, terutama 18 partai politik, agar peserta pemilu ini menyiapkan bakal calon anggota legislatif dari kalangan perempuan.
Semua yang berkepentingan pada Pemilu 2024 perlu mencermati kembali data setiap dapil terkait dengan keterwakilan perempuan minimal 30 persen dari total bakal calon anggota legislatif.
Apabila masih berpatokan Pasal 8 ayat (2) PKPU No. 10/2023, perlu ada perubahan setelah revisi PKPU pencalonan tersebut. Pada prinsipnya, aturan main itu tetap berpayung pada Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Keuntungan Bagi Partai Politik
Akademi Pemilu dan Demokrasi (APD) yang baru saja terbentuk di Banyuwangi pada 27 Agustus 2023 akan turut melakukan kajian dan pemantauan terhadap pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung tersebut.
Bagi APD Banyuwangi, Sistem representasi pemilu terbaik adalah perwakilan pemilih yang tercermin dalam komposisi wakil-wakilnya yang duduk di lembaga legislatif. Kalau setengah jumlah pemilih perempuan, berarti setengah wakil yang duduk di DPR juga perempuan.
Karena jumlah pemilih perempuan sama dengan jumlah pemilih laki-laki, atau bahkan lebih banyak, maka potensi kemenangan partai politik dalam pemilu legislatif justru dengan memberikan kesempatan dan mengedepankan calon perempuan. Potensi kemenangan lebih besar jika yang dikuatkan adalah calon perempuan, karena pemilih sama atau lebih banyak perempuan.
Maka, APD Banyuwangi berpendapat bahwa Keputusan MA ini sesungguhnya justru memberikan kesempatan kepada Partai Politik untuk menaikkan elektabilitas partai, dan KPU harus segera melakukan perubahan ketentuan dan segera melaksanakan putusan MA tersebut. Semakin cepat akan semakin baik dengan waktu yang tidak lama menuju DCT. (*)