
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Akhir bulan Januari (30/01/2025) lalu, Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.
Aturan baru ini mengatur tata aturan penyaluran pupuk bersubsidi untuk peningkatan produksi pertanian. Pupuk bersubsidi meliputi pupuk urea, pupuk NPK, pupuk organik, pupuk SP 36 dan pupuk ZA. Pemerintah menetapkan alokasi pupuk bersubsidi di tahun 2025 sebanyak 9,5 juta ton.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Nasim Khan menyambut baik keluarnya Perpres ini. Menurut Nasim, adanya Perpres ini merupakan upaya untuk memenuhi swasembada pangan yang ditargetkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Kami sangat mendukung Perpres ini karena ini menandakan Presiden memberikan perhatian serta dukungan kepada dunia pertanian khususnya para petani. Hanya saja, harus dilakukan secara hati-hati,” kata Nasim Khan, Jumat (12/02/2025).
Nasim meminta agar Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian hingga Pupuk Indonesia selaku produsen pupuk, melakukan sosialisasi yang masif terkait Perpres ini.
“Sebetulnya, permasalahannya itu lebih pada regulasi dibandingkan distribusi. Selama ini proses distribusi pupuk dari produsen ke distributor kemudian ke kios dan pengecer sudah bagus. Apabila ada terjadi masalah pada penyaluran pupuk bersubsidi dengan skema lama, itu artinya ada oknum. Bukan pada proses distribusinya,” terangnya.
Pada Perpres ini, penyaluran pupuk bersubsidi bersubsidi telah disederhanakan untuk memastikan distribusi menjadi lebih efisien dan transparan. Pada tahun 2024, PT Pupuk Indonesia melibatkan 1077 distributor untuk menyalurkan pupuk bersubsidi. Pada skema baru yang tercantum dalam Perpres, tidak ada peran distributor dalam penyaluran pupuk bersubsidi.
Jika sebelumnya proses distribusi pupuk bersubsidi dari produsen harus melalui distributor, kini petani yang tergabung dalam kelompok tani dapat langsung memperoleh pupuk bersubsidi dari produsen melalui kios-kios pengecer.
Dalam Perpres ini, pemerintah memberikan waktu enam bulan untuk penerapan penyaluran pupuk bersubsidi menggunakan skema baru ini.
"Kalau skema distribusi ini tidak berjalan baik, maka proses penyaluran pupuk bersubsidi berpotensi menggunakan skema lama yakni dari produsen ke distributor, baru kemudian ke kios-kios sebelum ke petani,” jelasnya.
Waktu enam bulan ini, menurut Nasim Khan merupakan waktu yang singkat. “Apa bisa kios-kios itu siap dalam hal administrasi, akomodasi transportasi hingga permodalan untuk proses distribusi pupuk ke petani? Selama ini untuk permodalan masih selalu ditalangi atau diselesaikan oleh para distributor,” ujarnya.
Berdasarkan laporan yang Nasim Khan terima di daerah Pemilihannya, banyak kios pengecer mengaku tak saggup menggunakan skema ini. “Hampir 80 persen mereka belum siap dengan skema ini,” ungkapnya.
Seharusnya, lanjut Nasim Khan, pemerintah melakukan update terkait penerima pupuk bersubsidi sehingga diketahui mana yang layak dan mana yang tak layak. Para petani yang tergabung di Gapoktan menurutnya harus ditinjau lagi karena masih ada petani yang pindah lahan atau bahkan yang sudah meninggal. Bahkan, kata Nasim, ada yang tergolong mampu sehingga tak perlu lagi menerima pupuk bersubsidi.
Ia juga meminta petugas PPL Dinas melakukan update data dengan melakukan sinergi dengan petugas pedesaan yang paham dengan proses penyaluran pupuk bersubsidi.
“Ini penting agar penerima pupuk bersubsidi menjadi tepat sasaran. Apabila ada pelanggaran dalam proses penyaluran pupuk bersubsidi, Satgas Pangan harus bekerjasama dengan aparat kepolisian untuk penegakan hukum secara tegas. Jangan sampai terjadi seperti kasus penyaluran elpiji ,” paparnya.
Perlu diketahui, legislator Senayan ini juga merupakan seorang penggagas dalam proses legalitas untuk asosiasi atau perkumpulan pengecer pupuk indonesia dan pangkalan gas di seluruh Indonesia. (*)