BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Memperingati Hari Jadi Seni Rupa yang jatuh pada tanggal 10 Desember, Banyuwangi kembali menegaskan posisinya sebagai tanah kelahiran seni dan budaya yang hidup. Para seniman Banyuwangi menggelar serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk merefleksikan peran seni dalam kehidupan masyarakat. Salah satu acara utamanya adalah talk show “Jagong Budaya: Seni Banyuwangi, Hidup dan Menghidupi” yang diselenggarakan di Padepokan Langgar Art, Dusun Temurejo, Desa Kembiritan, Kecamatan Genteng, Banyuwangi, Minggu (15/12/2024).
Acara ini dipandu oleh Suko Widodo dan Rina Fahlevi, menghadirkan lima narasumber terkemuka dari unsur pemerintah dan seniman. Dialog ini dihadiri oleh Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, Direktur Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenparekraf Dwi Marhen Yono, Ketua Dewan Kesenian Blambangan Samsudin Adlawi, budayawan kondang Sudjiwo Tejo, dan pemilik Padepokan Langgar Art, Imam Maskun.
Dalam pemaparannya, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menegaskan bahwa seni dan budaya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Banyuwangi. Menurutnya, keberagaman seni yang tumbuh subur di Banyuwangi sudah seperti DNA yang menghidupi kehidupan warganya.
“Seni di Banyuwangi ini seperti DNA dalam tubuh manusia. Kesenian kita begitu beragam, dari musik, tari, hingga seni rupa, semuanya hidup. Ini yang membuat Banyuwangi berbeda,” ujar Ipuk.
Bupati Ipuk juga menyampaikan komitmennya untuk terus mendukung perkembangan seni di Banyuwangi. Fasilitas pendidikan seni dan ruang ekspresi bagi seniman akan menjadi fokus utamanya. Bahkan, ia berkeinginan agar di Banyuwangi berdiri lembaga pendidikan seni sekelas institut kesenian.
“Kita ingin membangun institut seni di Banyuwangi yang tidak hanya mengasah keterampilan tapi juga memberikan dasar teori. Dengan begitu, talenta-talenta seni kita tidak hanya berkembang di lokal tapi bisa bersaing secara nasional dan internasional,” tambah Ipuk.
Samsudin Adlawi, Ketua Dewan Kesenian Blambangan, turut memberikan pandangannya tentang peran seni dalam kehidupan masyarakat Banyuwangi. Menurutnya, seni telah menjadi bagian dari kehidupan sejak dalam kandungan.
“Sejak bayi dalam kandungan, anak-anak Banyuwangi sudah dikenalkan dengan kesenian. Ibunya melantunkan lagu-lagu daerah yang khas. Itu menunjukkan betapa kesenian sudah mengalir dalam darah kita,” ungkap Samsudin.
Ia menambahkan kondisi geografis Banyuwangi yang kaya akan keindahan alam turut menginspirasi lahirnya karya-karya seni yang berkualitas. “Alam kita yang indah ini adalah sumber inspirasi bagi para seniman. Tidak heran jika karya seni dari Banyuwangi memiliki ciri khas tersendiri,” tambahnya.
Budayawan kondang Sudjiwo Tejo tampil dengan gaya khasnya, penuh kelakar namun sarat makna. Dalam sesi dialog, ia menyanyikan lagu Umbul-Umbul Blambangan yang mengisahkan keindahan dan kekayaan Banyuwangi.
“Kalau mau jadi seniman yang lebih seniman, lahirlah di Banyuwangi!” ujar Sudjiwo Tejo, disambut gelak tawa pendengar.
Dirinyapun sempat nembang dan jogetan bareng Maestro Gandrung Legendaris Banyuwangi Temu Misti atau yang akrab disapa Mak Temu.
Menyikapi keinginan pemerintah Kabupaten Banyuwangi menghadirkan Institut kesenian di Bumi Blambangan, Tejo menekankan bahwa bakat seni yang melimpah di Banyuwangi harus diimbangi dengan pendidikan formal yang kuat. Menurutnya, keterampilan saja tidak cukup tanpa landasan teori yang baik.
“Bakat seni luar biasa di Banyuwangi ini harus kita dukung dengan teori yang benar. Jangan sampai bakat besar ini mentok hanya karena tidak punya dasar yang kuat,” tegasnya.
Sementara itu Dwi Marhen Yono, Direktur Pemasaran Pariwisata Nusantara dari Kemenparekraf, mengapresiasi kegiatan Jagong Budaya ini sebagai upaya kolaborasi antara seniman dan pemerintah. Ia melihat potensi besar seni budaya Banyuwangi untuk menarik wisatawan.
“Banyuwangi ini punya paket lengkap. Alamnya indah, budayanya kaya, dan lokasinya strategis dekat dengan Bali. Tantangannya adalah bagaimana kita menjadikan seni budaya ini sebagai magnet wisata,” ujarnya.
Marhen mengungkapkan bahwa Kemenparekraf telah mendorong konsep quality tourism di Banyuwangi. Salah satu caranya adalah melalui program wisata seni yang berfokus pada pengalaman berkualitas.
“Kita akan menjual paket wisata budaya yang lebih berkualitas. Wisatawan tidak hanya menonton tapi ikut belajar, mulai dari latihan seni, mengenakan baju tari, hingga ikut tampil. Ini bisa menjadi pengalaman berharga dan unik bagi wisatawan,” terang Marhen.
Setelah sesi dialog yang sarat makna, acara dilanjutkan dengan pagelaran Wayang Jagong yang didalangi langsung oleh Ki Dalang Sudjiwo Tejo. Membawakan lakon "Srikandi Madek Senopati Perang Bharatayudha", pagelaran ini tampil berbeda dari wayang tradisional pada umumnya.
Dengan gaya khasnya, Sujiwo Tejo memadukan peran dalang dan moderator. Ia berdialog langsung dengan penonton, menciptakan suasana jagongan yang cair namun tetap mengandung filosofi mendalam.
“Wayang Jagong ini beda. Kita ndalang sambil ngobrol. Kalau ada yang dipikirkan, ya langsung kita bahas bersama,” ujarnya.
Pagelaran wayang ini menjadi penutup yang sempurna bagi rangkaian Jagong Budaya, menghadirkan hiburan sekaligus refleksi mendalam tentang peran seni dalam kehidupan. Dengan interaksi langsung antara dalang dan penonton, pagelaran ini berhasil menciptakan momen kebersamaan yang akrab dan penuh makna. (br)