
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Di tengah hiruk pikuk dunia pendidikan, sebuah sekolah di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur hadir dengan konsep unik dan penuh inspirasi.
Terletak di Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng, sekolah yang dikenal sebagai Sekolah Alam: SD-SMP-Mahad Alam BIS (Banyuwangi Islamic School) ini didirikan oleh Muhammad Farid pada tahun 2005.
Di sini, pendidikan tidak hanya terfokus pada teori, tetapi juga membangun keterampilan praktis seperti berkebun dan beternak.
Sekolah Alam ini memang berbeda dari institusi pendidikan lainnya. Selain ruang kelas konvensional atau bangku-bangku, para siswa dibebaskan belajar di aula, saung, dan sanggar sederhana.
Namun, yang paling menginspirasi adalah metode pembayaran yang diterapkan Farid untuk siswa dari keluarga kurang mampu. Mereka diperbolehkan "membayar" dengan sayur-mayur.
"Asalkan yatim atau dhuafa, mereka bisa membayar dengan sayur, bahkan kalau benar-benar tidak mampu cukup dengan doa," kata Farid kepada BWI24Jam, Jumat (11/10/2024).
Sayur tersebut kemudian diolah menjadi bahan makanan bagi santri di boarding school-nya atau bahkan digunakan untuk mendukung kebutuhan sekolah.
"Namun dulu waktu awal-awal berdiri sayur mayur itu saya gunakan untuk membayar upah guru, kerena dulu belum mampu menggaji," ungkapnya.
Sekolah ini bukan hanya unik dalam hal metode pembayaran, tetapi juga dalam kurikulumnya. Farid mengombinasikan kurikulum modern dengan pendekatan pesantren salafiyah.
Siswa tidak hanya belajar mata pelajaran umum tetapi juga Bahasa Arab, menghafal Al-Qur’an, serta mendapatkan penguasaan bahasa asing seperti Inggris, Jepang, dan Mandarin.
Dengan luas area 3.000 meter persegi di bawah Yayasan Bina Insan Islami miliknya, anak-anak pun dapat terlibat dalam kegiatan outbond sederhana yang menambah keseruan belajar.
Farid bercerita, inspirasi untuk mendirikan Sekolah Alam muncul saat melihat model pendidikan sejenis di kota besar yang hanya terjangkau oleh kalangan atas.
Bersama sahabatnya, Suyanto ia memutuskan untuk membawa konsep ini ke Banyuwangi dengan biaya yang lebih terjangkau bagi masyarakat sekitar, bahkan ada muridnya dari luar kota.
Dengan usaha yang tak kenal lelah, Muhammad Farid berhasil mewujudkan mimpinya akan pendidikan yang inklusif dan berbasis pada karakter. Tidak heran, atas dedikasinya, ia diganjar penghargaan Satu Indonesia Awards oleh Astra International pada tahun 2010. (rq)
Penulis: Miftahur Rizqi (Riqi)