
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Kehebohan melanda Dusun Krajan, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi. Sebidang tanah makam yang telah digunakan masyarakat selama puluhan tahun tiba-tiba disertifikatkan atas nama Yayasan Pendidikan Islam dan Sosial Darul Aitam Al Aziz.
Warga menduga ada permainan mafia tanah dalam penguasaan lahan tempat pemakaman umum yang berstatus Tanah Negara (TN) ini, yang kini berdiri bangunan layaknya yayasan.
Merespons kejanggalan ini, warga Dusun Krajan menunjuk dua kuasa hukum Budi Kurniawan Sumarsono, Amd. ST. SH., yang akrab disapa CWW, dan Abdul Hafid, SHI. MH dari CWW-Lawtech (Rumah Hukum dan Konsultan) yang berkantor di Rogojampi Indah Concrong.
CWW menjelaskan kronologi polemik ini. Pada 27 Desember 2024, Kantor Pertanahan Kabupaten Banyuwangi menerbitkan Sertifikat Tanah Wakaf Nomor 00037 dengan dasar pendaftaran 26 Juli 2024.
“Anehnya, tanah yang sejak 1962 tercatat dalam Buku Tanah Desa sebagai tanah makam, kini berubah menjadi aset yayasan pendidikan. ebih janggal lagi, sertifikat ini mengatasnamakan Almarhum H. Buasir sebagai waqif, padahal ia telah meninggal dunia pada 3 Mei 2024-sebelum pendaftaran tanah dilakukan!” kata CWW, Kamis (13/03/2025).
Selain itu, lanjut CWW, batas-batas tanah dalam sertifikat ini diduga ditunjukkan oleh Ahmad Bahrudin, seorang yang bukan penduduk asli Dusun Krajan. Hal ini semakin menguatkan dugaan warga adanya rekayasa administratif dalam penerbitan sertifikat tersebut.
Berdasarkan Perjanjian Tukar Guling (Bukti P3), luas tanah makam yang seharusnya 2.562 m2 justru berkurang menjadi 1.649 m2 dalam sertifikat tersebut. Masyarakat menilai ada indikasi perubahan batas dan pemanfaatan tanah yang tidak sah.
Kamis (13/03/2025) pagi, kuasa hukum warga Dusun Krajan dari CWW-Lawtech telah mengajukan Keberatan Resmi dan Permohonan Pembatalan Sertifikat ke BPN Banyuwangi dengan dasar hukum yang kuat.
Dalam surat keberatan tersebut, tim kuasa hukum mengajukan tuntutan di antaranya: Melakukan verifikasi administratif dan substantif atas sertifikat tersebut, Menghentikan sementara segala proses peralihan dan pemanfaatan tanah, Mengadakan audiensi terbuka dengan berbagai pihak, termasuk Badan Wakaf Indonesia, Kementerian Agama, Kepala Desa Watukebo, ahli waris, dan pihak Yayasan, dan Membatalkan Sertifikat Tanah Wakaf Nomor 00037 karena terbukti cacat administrasi dan prosedural.
“Jika dalam 7 hari kerja tidak ada tindak lanjut dari BPN Banyuwangi, tim kuasa hukum akan mengajukan gugatan ke PTUN Surabaya, melaporkan dugaan pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan kewenangan ke Kapolri dan Kejaksaan Agung, serta mengadukan kasus ini ke Ombudsman RI dan Kementerian ATR/ BPN Pusat,” tegas CWW.
Dalam investigasi lebih lanjut, diketahui bahwa di atas tanah makam tersebut kini berdiri bangunan musala, ruang kelas, toilet, serta pavingisasi yang dibangun oleh yayasan. Warga mempertanyakan legalitas pembangunan tersebut, mengingat tanah ini tidak pernah dialihkan secara sah dari peruntukan makam menjadi fasilitas pendidikan.
"Ini bukan sekadar persoalan administratif, tetapi juga persoalan moral dan kemanusiaan. Bagaimana mungkin kuburan leluhur kami diubah tanpa persetujuan ahli waris dan masyarakat? Ini jelas pelecehan terhadap hak masyarakat!" cetus Abdul Hafid.
Warga Dusun Krajan kini dengan tegas menolak alih fungsi tanah makam ini dan menuntut pemerintah segera membatalkan sertifikat tanah tersebut serta mengembalikan status tanah menjadi tanah makam sebagaimana mestinya. Masyarakat juga mendesak agar aparat penegak hukum segera mengusut dugaan permainan mafia tanah dalam kasus ini.
Sebagai langkah lanjutan, tim kuasa hukum telah mengajukan permohonan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banyuwangi untuk melakukan audit hukum terhadap status Akta Ikrar Wakaf serta riwayat administrasi tanah ini. Jika terbukti ada pelanggaran, mereka akan membawa kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi, termasuk ke Komnas HAM dan Kementerian ATR/BPN Pusat. (*)