Marifatul Kamila saat Mendaftar Bakal Calon Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Banyuwangi (Foto: Istimewa/BWI24Jam)
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Menjelang pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) Ke-XI DPD Partai Golkar Banyuwangi, dinamika partai mencuat terhadap proses pendaftaran atau penjaringan dan verifikasi bakal calon (bacalon) ketua.
Salah satu bakal calon ketua, Marifatul Kamila, mengungkapkan adanya perbedaan antara dukungan yang telah dikumpulkan saat pendaftaran dengan hasil pleno. Ia menyebut telah memenuhi ambang batas dukungan minimal saat mendaftar di DPD Golkar Banyuwangi pada Minggu (28/12/2025) kemarin.
“Kami sudah mendaftar dan memenuhi syarat 30 persen. Tapi setelah pleno, dukungan kami tinggal enam persen. Ini yang kami anggap tidak adil,” kata Rifa, Senin (29/12/2025).
Ia menjelaskan, berkurangnya dukungan tersebut disebabkan oleh pencoretan dukungan dari beberapa kecamatan. Menurutnya, terdapat surat pencabutan dukungan serta mosi tidak percaya dari beberapa kecamatan yang tidak dijadikan pertimbangan dalam proses pleno.
“Ada surat pencabutan dan ada mosi tidak percaya dari lima kecamatan. Tapi itu semua tidak dipertimbangkan,” tegasnya.
Marifatul juga menilai pelaksanaan verifikasi dilakukan tidak sesuai tahapan. Ia menegaskan bahwa agenda yang digelar saat itu seharusnya hanya sebatas pendaftaran bakal calon.
“Kemarin itu hanya pendaftaran satu hari di DPD Golkar. Verifikasi seharusnya dilakukan saat Musda, bukan di pleno pendaftaran,” katanya.
Keberatan juga disampaikan Ketua Steering Committee (SC) Musda Golkar Banyuwangi yang juga Sekretaris DPD Golkar setempat, Ahmad Ali Firdaus. Ia menyatakan tidak bersedia menandatangani berita acara pleno karena menilai terjadi penyimpangan prosedur sejak awal tahapan.
“Saya tidak mau menandatangani karena saat pleno itu hanya pendaftaran, bukan verifikasi. Tapi faktanya sudah dilakukan pencoretan dukungan,” ungkapnya.
Ali Firdaus turut menyoroti adanya dugaan arah Musda yang mengarah pada penetapan calon secara aklamasi. Menurutnya, hal tersebut berpotensi membatasi hak kader dalam proses demokrasi internal partai.
“Tidak ada aturan ketua harus aklamasi. Kalau dipaksakan, itu sama saja mengebiri hak memilih dan dipilih. Padahal banyak kader potensial di Golkar Banyuwangi,” ujarnya.
Ia menilai, wacana aklamasi berdampak pada soliditas kader, terutama di tingkat pimpinan kecamatan dan ranting yang selama ini telah dibangun melalui proses konsolidasi.
Atas kondisi tersebut, Ali menegaskan akan menempuh mekanisme internal partai sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kami akan membawa persoalan ini ke Dewan Etik dan Mahkamah Partai. Semua proses dari awal sampai pleno akan kami sampaikan ke DPP,” tegasnya.
Di sisi lain, dinamika internal tersebut dinilai berpotensi menimbulkan ketegangan di lapangan, termasuk kemungkinan mobilisasi massa saat Musda berlangsung.
“Sebenarnya kami ingin suasana tetap guyub dan rukun. Musda ini jangan sampai memecah belah kader, tetapi justru menjadi ruang konsolidasi dan penguatan organisasi,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD Golkar Banyuwangi, Aulia Rachman, menyatakan polemik Musda dipicu oleh perbedaan kepentingan di internal Steering Committee.
“Komposisi SC itu terbelah dan sarat kepentingan. Penetapan dukungan dan calon seharusnya dilakukan di sidang paripurna Musda, bukan di rapat pendaftaran,” ujar Rachman.
Ia menambahkan, pihaknya telah melakukan rapat internal untuk mencermati dugaan penyimpangan tahapan Musda, termasuk kemungkinan adanya intervensi dari pihak luar.
“Kami sudah melakukan rapat khusus. Banyak penyimpangan yang kami catat, dan partai punya mekanisme resmi untuk menyelesaikannya sampai ke DPP,” pungkasnya.
Pelaksanaan Musda Ke-XI dijadwalkan akan dilakukan pada hari Selasa, 30 Desember 2025. (rq)

