
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Kepala Desa Benculuk Mudhofir mengaku tak menahu menyoal adanya aktivitas penebangan belasan kayu Jati dan Jawa di ruang terbuka hijau (RTH) Desa Benculuk, Kecamatan Cluring, Banyuwangi. Ia mengaku baru mengetahui dari Bhabinkamtibmas jika belasan kayu itu sudah ditebang oleh kebersihan RTH.
“Saya baru tahu setelah ditelepon oleh Bhabinkamtibmas. Saya sendiri kaget pohon-pohon jati di belakang kantor desa ditebang. Tidak ada perintah dari saya,” kata Muhdofir, Kamis (24/04/2025).
Mudhofir mengaku sempat berkomunikasi dengan pihak kebersihan RTH Desa Benculuk. Perbincangan ringan itu disebutkan olehnya hanya membicarakan kondisi pohon jati di seputaran RTH yang semakin membesar.
"Pak Kuncoro (kebersihan RTH) sempat menyinggung kebutuhan meja kursi di pendopo desa lalu saya jawab, ya memang butuh. Tetapi itu cuma obrolan biasa, bukan perintah atau izin untuk menebang pohon,” tegasnya.
Setelah pembicaraan itu, lanjut dia, pihak kebersihan desa lantas mengirim pesan melalui WhatsApp kepadanya. Dijelaskan olehnya, isi pesan itu menyampaikan bahwa kayu yang sudah ditebang ditawar Rp80 ribu per gubuk.
"Dalam pesan itu juga menyampaikan bahwasannya biaya penggergajian pohon sebesar Rp50 ribu per batang dan berencana menggunakan kayu besar untuk membuat sirap dan usuk berukuran 4x6," lanjutnya.
Menanggapi hal tersebut, Pemdes Benculuk mengaku telah berkoordinasi dengan pihak Kecamatan Cluring. Meski tidak akan membawa kasus ini ke ranah hukum, Pemdes berencana memanggil kebersihan RTH untuk dimintai pertanggungjawaban.
“Kami akan panggil beliau untuk menjelaskan semuanya. Harus ada pertanggungjawaban atas tindakan itu,” tambah Kades.
Sementara itu, Sekretaris Desa, Subani, mengatakan awalnya ia mengira yang ditebang adalah pohon yang tumbang di depan RTH, bukan yang berada di area dalam, dekat warung-warung.
“Ternyata yang ditebang itu justru pohon-pohon jati di belakang, dekat warung-warung. Jumlahnya sekitar 13 batang, sebagian besar pohon jati,” ujar Subani.
Aktivitas penebangan itu diduga dilakukan pada jam libur layanan desa yakni pada hari Sabtu dan Minggu. Sehingga tak ada perangkat desa yang mengetahui langsung prosesnya.
Informasi penebangan baru mencuat ke publik setelah warga mengetahui kondisi RTH yang berubah drastis. Warga mengaku gerah dan meminta pihak kebersihan RTH diberi sanksi tegas.
“Kalau ini dibiarkan, akan jadi preseden buruk. Aset desa tidak bisa dikelola sembarangan, apalagi tanpa prosedur. Ini harus ada tindakan,” ucap Sahrir, salah satu warga setempat. (ep)