OPINI: Relevansi Urf Shohih dan Urf Fasid dalam Adat Istiadat Lokal di Indonesia Oleh: Wahyudi*

1ilusst78gt78gu.jpg Ilustrasi AI

BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Di Indonesia, salah satunya di Banyuwangi, adat istiadat sangat berhubungan erat dengan kehidupan masyarakat. Hal ini menjadikan 'urf sangat penting dalam pembentukan hukum, terutama dalam hukum Muamalah. Definisi 'urf itu sendiri adalah kebiasaan yang berlaku di masyarakat dan bisa diterima akal sehat.


Relevansi 'urf diperkuat pada kaidah “Al-'Aadatu Muhakkamatun” (Adat dapat dijadikan hukum/penentu). Namun, opini ini beragumen bahwa tidak semua adat dapat diterima. Pengaplikasian 'urf sebagai rujukan penentuan hukum Islam wajib di filter secara ketat oleh maqoshid syariah agar tidak terjerumus dalam 'urf yang fasid.


'Urf sebagai pembentukan hukum tidak dilakukan secara mutlak. Akan tetapi terikat pada kriteria 'urf shohih yang memastikan adat selaras dengan prinsip syariah. Ulama Ushul fiqh terutama dari madzab Maliki dan Hanafi sepakat bahwa kebiasaan harus bersifat umum dan berulang untuk bisa dipertimbangkan.


Kesepakatan ini berpandangan bahwa adat yang baru muncul tidak bisa dijadikan sebagai hukum, karena tidak memenuhi kriteria kemantapan (istiqror). Dikatakan urf shohih apabila adat yang berlaku tidak mengubah hukum syariah yang telah ditetapkan misalnya mengharamkan yang halal ataupun sebaliknya yang telah dilakukan dari generasi ke generasi tanpa adanya penolakan oleh para ulama.


Studi kasus dalam fiqh Muamalat pada praktik jual beli mu'athoh (jual beli tanpa adanya aqod secara lisan) diterima secara sah dalam perdagangan masyarakat karena sudah menjadi 'urf perdagangan modern. Hal ini menunjukkan bahwa ridho dan kerelaan dapat di wujudkan melalui kebiasaan atau adat.


Tantangan terbesar dalam hukum kontemporer dimasa ini adalah penolakan 'urf fasid yaitu kebiasaan yang merusak atau bertentangan secara jelas dalam nash atau maqoshid syariah, walaupun kebiasaan tersebut telah mengakar kuat di masyarakat. Sedangkan 'urf fasid adalah kebiasaan yang dapat menimbulkan suatu kerusakan (mafsadah) atau bahaya (dharar), baik terhadap individual maupun masyarakat, maka dari itu kebiasaan tersebut harus ditiadakan.


Kaidah "Dar'u al mufasid muqoddamun 'ala jalbi al mashalih" yang berarti menghindari kerusakan didahulukan daripada mengambil kemaslahatan, merupakan prinsip utama menghindari 'urf fasid meskipun kebiasaan yang telah terjadi sudah sangat mengakar kuat.


Di indonesia, praktik utang piutang antar warga atau riba jahiliyah dalam bahasa jawa disebut ijon mengandung gharar yang tinggi dan dianggap sebagai 'urf lokal. Opini ini menjelaskan bahwasanya kegiatan tersebut adalah fasid karena bertentangan dengan nash Al -Quran tentang riba. Untuk dapat melindungi Hifdz al maal (perlindungan harta) masyarakat, mujtahid harus berani melawan 'urf semacam ini. Untuk membuktikan bahwa kekuasaan 'urf akan gugur dihadapan Otoritas nash dan maqoshid syariah.


Dalam konteks fiqh kontemporer, adanya 'urf tidak boleh hanya dianggap sebagai tulisan (nash) saja melainkan penggunaan 'urf harus diarahkan pada maqoshid syariah sesuai dengan ajaran Imam Syatibi dalam kitab Al Muwafaqat. Kaidah fiqh "Taghayyur al ahkam bi taghayyur al azminah wal amkinah" menjelaskan bahwa hukum dapat berubah karena perubahan waktu dan tempat.


Misalnya perubahan dari barter menjadi yang digital. Adanya perubahan 'urf ini mengharuskan para ulama untuk merivisi atau merumuskan kembali hukum baru untuk menjaga kemaslahatan pada masa kini. Hal ini menunjukkan 'urf dapat bertindak sebagai 'illat atau alasan hukum yang bersifat kontekstual. Sebagai contoh di Banyuwangi, daerah yang masih kental pada kegiatan musyawarah dan gotong royong.


Praktik ini termasuk dalam 'urf shohih yang harus dipertahankan karena secara nyata mendukung maqoshid syariah pada level hajjiyat dan tahsiniyat yakni menjaga keharmonisan sosial dan mencegah adanya mafsadah (kerusakan) akibat dari individualisme. Dengan demikian, urf yang telah difilter oleh syariah dapat berfungsi sebagai alat untuk mencapai maqosid syariah.


Kebiasaan masa kini seperti melakukan transaksi jual beli online dalam platform e-commerce dan sistem pembayarannya yang digital, menjadi tantangan terbesar bagi seorang mujtahid kontemporer, pasalnya kegiatan tersebut telah menjadi 'urf ‘aam yang mengikat. Praktik seperti review dan memberikan rating produk walaupun tidak ada pembahasan dalam fiqh klasik sudah termasuk 'urf shohih karena secara nyata mencegah adanya gharar dan dapat menciptakan standar kepercayaan dalam muamalah digital.


Oleh sebab itu, lembaga yang memiliki wewenang mengeluarkan fatwa harus secara proaktif menggunakan prinsip istihlah untuk menilai 'urf virtual ini dengan harapan hukum islam tidak tertinggal dan menciptakan kemudahan (taysir) pada kegiatan transaksi.


Namun kehati-hatian perlu ditingkatkan, karena banyak praktik yang dianggap 'urf di dunia maya seperti hoax, ujaran kebencian atau sara. Hal ini secara terang harus divonis sebagai 'urf fasid dan harus ditiadakan karena secara jelas melanggar Hifdz al 'irdh (menjaga kehormatan) dan Hifdz al 'aql (menjaga akal).


Kesimpulannya, kaidah ‘urf selalu relevan dalam ushul fiqh kontemporer di Indonesia. Penggunaan 'urf dalam praktik kehidupan nyata membuktikan bahwa hukum islam yang dinamis mampu menyeimbangkan antara tuntutan nash dengan tuntutan sosial bermasyarakat. Namun relevansi ini bergantung pada mekanisme filter syariah yang kuat.


'Urf merupakan jembatan yang menghubungkan pada nash keagamaan dengan realitas adat istiadat lokal sedangkan filter maqoshid syariah adalah kuncinya. Tanpa adanya filter maqoshid syariah yang ketat, 'urf dengan mudah tergelincir pada 'urf yang fasid baik dalam bentuk riba tradisional maupun hoax dalam media sosial. Oleh karena itu, 'urf shohih harus dipertahankan untuk kemaslahatan Ummat dan 'urf fasid secara eksplisit harus ditinggalkan. Pada akhirnya inilah yang menjadikan Ushul Fiqh menjadi ushul fiqh yang inklusif, progresif dan relevan ditengah keberagaman adat lokal maupun budaya, terutama di Banyuwangi. (*)

*Wahyudi, Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi Syariah Universitas KH. Muhtar Syafa’at (UIMSYA) Blokagung Banyuwangi