Masih Tampil di Karnaval, Atraksi Topeng Monyet di Banyuwangi Tuai Sorotan, Begini Kata Dokter Hewan

5monyetb_topeng_w.jpg Topeng Monyet di Karnaval Agustusan Kecamatan Genteng, Banyuwangi Tahun 2025 (Foto: Istimewa/BWI24Jam)

BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Di tengah gegap gempita karnaval budaya di Banyuwangi, sekelompok pawang dengan beberapa monyet kecil menarik perhatian penonton. Anak-anak tertawa saat hewan itu beraksi memakai topeng dan baju mini, sementara sebagian orang dewasa justru mengernyit melihatnya.


Ya, pertunjukan topeng monyet masih jadi tontonan di sejumlah acara rakyat. Padahal, praktik ini sudah lama menuai kritik karena dianggap menyalahi prinsip kesejahteraan hewan.


“Rombongan kami dari Sumedang,” ujar Rahman (27), salah satu pawang.


Rahman sudah dua bulan lebih berada di Banyuwangi. Bersama rekannya, ia berkeliling ke berbagai lokasi acara untuk menghibur warga dan mencari nafkah.


“Di daerah kami sudah banyak yang melarang topeng monyet. Kalau di sini masih banyak yang nonton, kadang ada yang kasih uang juga,” katanya.


Rahman mengaku sudah menekuni pekerjaan ini sejak kecil. Bisa dikatakan ini merupakan penyambung kehidupan baginya.


“Saya diajari dari kecil sama orang tua. Tidak punya keahlian lain, jadi cuma ini yang bisa saya lakukan,” ujarnya.


Ia menyebut, saat ini ada lebih dari empat rombongan pawang asal Jawa Barat yang berpencar tampil di wilayah Banyuwangi. Sama-sama menggelar pertunjukan topeng monyet.


“Kami dari daerah yang sama, tapi kalau manggung, ya berpencar,” tambahnya.


Namun, di balik tawa penonton, praktik hiburan ini memunculkan dilema sosial dan etika. Sebagian pihak menilai topeng monyet merupakan bagian dari tradisi rakyat, tapi tak sedikit yang menganggapnya bentuk eksploitasi satwa liar.


Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Jatim IV Banyuwangi drh Risa Isna Fahziar, menyebut pertunjukan semacam itu jelas melanggar prinsip kesejahteraan hewan.


“Topeng monyet bertentangan dengan Lima Kebebasan (Five Freedoms) yang menjadi acuan internasional dalam perlindungan satwa,” tegas Riza, pada Kamis (23/10/2025).


Risa menambahkan, selain melanggar etika perlakuan terhadap hewan, interaksi langsung antara manusia dan monyet peliharaan juga bisa menimbulkan risiko penyakit zoonosis.


“Penularan bisa melalui gigitan, cakaran, atau kontak dengan air liur, urine, bahkan kotoran monyet. Dampaknya bisa berat, terutama bagi anak kecil dan lansia,” jelasnya.


Meski banyak pihak menyerukan pelarangan, atraksi topeng monyet masih terus berlangsung di sejumlah daerah, termasuk Banyuwangi. Di tengah pro dan kontra, persoalan ekonomi kerap jadi alasan utama para pawang tetap mempertahankan profesi ini. (ep)