
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Sampah menuntun Muhammad Nasir (35), lulusan sarjana pendidikan strata satu banting setir dari profesi guru menjadi tukang pungut sampah. Pria asal Desa Kembiritan, Kecamatan Genteng, Banyuwangi ini rela menanggalkan profesi berjuluk pahlawan tanpa tanda jasa itu demi mengejar hasil menggiurkan dengan berburu sampah.
Ia tak malu. Nasir justru bangga meskipun profesinya kini dekat dengan kotoran. Asalkan, kata dia, hasil yang didapat bersih dan halal.
Selain gaji sebagai guru terbilang cekak, Nasir menyebut memungut sampah dari rumah ke rumah hasilnya cukup bikin ngiler. Sebulan ia bisa mengantongi Rp5 juta dari iuran bulanan para pelanggan serta penjualan sampah anorganik.
Hitungan itu dikatakan Nasir tiga kali lipat dari gaji yang diterima selama mengajar.
"Sampah ini (hasilnya) dari iuran warga, pemilahan sampah untuk dijual kembali, sampai pembuatan pupuk cair organik yang asalnya dari sampah. Kalau ditotal bisa mendapat uang sekitar Rp5 juta," ungkap Nasir, Jumat (29/8/2025).
Setidaknya dalam sebulan, Nasir bisa mengolah hingga 2 ton sampah. Dari sampai oraganik maupun anorganik. Itu semua lalu dipilah dan diolah sesuai peruntukannya.
Mulanya pertentangan terjadi tatkala ia menanggalkan profesi guru. Terutama dari internal keluarga. Namun lambat laun keluarga mulai mengerti karena hasil dan manfaat yang diperoleh.
"Karena sudah tau hasilnya dan bisa membantu atau berbuat sosial akhirnya keluarga memaklumi. Alhamdulillah sekarang sudah terbiasa," imbuhnya.
Awalnya, profesi ini sifatnya sampingan, namun lama kelamaan merenggut waktu bagi Nasir. Antara mengajar dan memungut sampah.
Sampai-sampai ia kedodoran lantaran meningkatknya jumlah pelanggan yang memilih jasa pungut sampah yang ia dirikan. Dari sini kemudian Nasir memilih fokus menjadi tukang sampah.
"Daripada nanti mengganggu jam mengajar mending saya tinggalkan saja. Toh, dari kerjaan ini saya bisa berbuat sosial dan membantu mengatasi problematika sampah di desa," tutur alumni Universitas Muhammadiyah Jember itu.
Melalui sampah pula, Nasir bersiap membuat pilot project bernama Fasco Recycle. Sebuah komunitas yang fokus mengolah produk olahan dari sampah.
Tak sendiri, Nasir menggandeng mahasiswa untuk berkolaborasi membuat produk olahan sampah. Sejauh ini pot bunga dan asbak dikreasikan berasal dari olahan sampah.
"Produk seperti pot bunga dan asbak yang itu kami buat dari pampres. Lalu pupuk pestisida dari bahan organik dan juga lilin aroma terapi dari minyak bekas," terangnya.
"Untuk sampah organik dapat dijadikan makanan magot dan juga pupuk organik padat yang tentunya menjadi cuan tersendiri," sambungnya. (ep)