
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati Banyuwangi sudah berakhir, bahkan kini sudah memasuki 120 hari kerja. Belum diketahui secara rinci tentang progres yang sudah dicapai. Pun, tidak ada lembaga survei yang merilis tentang capaian kinerja. Apakah publik puas, sangat puas, atau justru tidak puas?
Tagline kampanye “Yang Baik Dilanjutkan, Yang Belum Selesai Dituntaskan” masih terus terngiang. Harapannya, tentu ada aroma baru dan atau gagasan baru pada periode kedua Ipuk Fiestiandani memimpin Banyuwangi. Diantaranya adalah bagaimana memberikan perhatian khusus kepada kawan atau relawan.
Bagi relawan, utamanya yang tidak masuk zona sistem pemerintahan, tentu berharap mendapatkan perhatian dan bisa bekerjasama berkelanjutan dalam rangka mengawal segala program kebijakan pimpinan kepala daerah. Barisan rakyat relawan pro pemerintah bisa menjadi corong utama dalam upaya mitigasi dan atau menepis isu-isu problematik kekinian.
Banyak sekali nama kelompok relawan pendukung Ipuk – Mujiono pada pemilihan bupati – wakil bupati tahun lalu. Apakah kini, mereka para pengawal kemenangan itu telah mendapatkan porsi sesuai kapasitasnya? Jangan cuma kelompok tertentu yang menikmati “kue” kekuasaan, sementara kelompok lain yang notabene satu barisan hanya meratapi keadaan tanpa kepedulian. Jika ini terjadi, maka bisa muncul gesekan dan terjadi ketimpangan sosial sesama kawan.
Kesenjangan sudah muncul ke permukaan pada awal-awal pemerintahan. Aspirasi dari “orang-orang” pendukung total barisan nomor satu justru dimentahkan birokrasi pembantu bupati – wakil bupati. Semestinya, para kabinet dituntut bisa mengimplementasikan garis-garis kebijakan pimpinan. Jika tidak tentu mengakibatkan polemik baru dan pada akhirnya malah pucuk pimpinan yang menjadi bulan-bulanan.
Tidak tegas lah, tidak pro lah, tidak ingat lah dan sebagainya. Ini muncul karena para kabinet justru menjadi penghalang aspirasi. Dan, semestinya pula, para pembantu yang selalu menjadi penghalang aspirasi ini perlu dievaluasi. Belum diurai masalah yang lama, malah muncul masalah baru, sehingga masalah kian menumpuk tanpa penyelesaian solusi baru.
Ada istilah ; mereka yang berjuang selayaknya bisa merayakan kemerdekaan. Tapi, situasinya ini bukan tentang penjajahan. Ini adalah tentang keberlanjutan kehidupan pasca kemenangan heroik dalam duel baku hantam yang sangat melelahkan. Pemain, pelatih, official, simpatisan, penonton, semuanya bersorak sorak menikmati capaian kemenangan.
Pembantu kabinet yang merugikan nama baik pimpinan seyogyanya harus dipinggirkan. Atau yang selama ini menjadi kepercayaan pimpinan yang justru banyak bermasalah semestinya tahu diri dan menepi. Sebab, mereka ini dinilai tidak sanggup mengemban tanggung jawab ketika berikan kepercayaan.
Mereka yang berdarah-darah sangat tepat mendapatkan porsi lebih pada umumnya. Kini, sudah tidak wajar dengan istilah Asal Mama Senang (AMS). Sikap ini malah belakangan merugikan berbagai kalangan. Pemerintahan baik di level internal maupun eksternal dituntut untuk solid dalam rangka merampungkan pekerjaan sesuai program kebijakan yang digaungkan.
Dalam cakupan internal, ini kesempatan emas pada periode terakhir mengubah persepsi urusan birokrasi. Jangan sampai, pada masa-masa terakhir memimpin Banyuwangi malah dicap sebagai tokoh mematikan karir anggota (ASN) birokrasi. Padahal sangat banyak tokoh birokrat yang kepangkatannya layak menempati posisi-posisi yang lowong untuk ditempati.
Tetapi, faktanya ada puluhan posisi yang lowong, mulai dari posisi tertinggi ASN, seperti sekretaris daerah yang masih status penjabat (Pj), banyak Dinas / Badan, bahkan puluhan camat, lurah, dan jabatan kepala seksi di kecamatan masih diisi seorang pelaksana tugas (Plt). Ini pekerjaan besar yang harus dibereskan dan dituntaskan!
Dalam urusan eksternal di luar sistem birokrasi, sangat melimpah Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni dan berkualitas untuk diberikan kepercayaan sesuai kapasitas mereka. Tapi, sekali lagi, semua penilaian ada di tangan si pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan.
Akan menjadi petaka jika pimpinan tak peka. Mitigasi ini yang sudah dicontohkan salah satu pimpinan kita, Kapolresta Banyuwangi, Kombespol Rama Samtama Putra dengan cara memberikan hadiah tambahan senilai Rp 5 juta kepada tim juara kedua Dandim Cup di Maron Genteng kemarin sore. Hasilnya, tidak ada ketegangan antar suporter Persegam Gambiran sebagai runner up dengan suporter tim juara Arsenal Cangaan.
Sekali lagi ini tentang kepedulian dan kepekaan mengendalikan situasi. Ingat; mereka yang merasa tidak diperhitungkan, tentu mereka pula akan membuktikan untuk diperhitungkan! (*)
*Ali Nurfatoni, Ketua Rumah Analisis Kebijakan Publik Kabupaten Banyuwangi