Harapan Atlet Catur Tunanetra Asal Banyuwangi di Hari Disabilitas Internasional 2025

3uiui1.jpg Atlet Catur Renita Septianingrum Asal Desa Karangharjo, Kec. Glenmore, Banyuwangi (Foto: Eko/BWI24Jam)

BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi – Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2025 menjadi momen refleksi bagi Renita Septianingrum (28), penyandang tunanetra asal Desa Karangharjo, Glenmore, Banyuwangi. Di momen yang diperingati setiap 3 Desember ini, Reni menyampaikan pesan penting yakni penyandang disabilitas tidak meminta untuk diistimewakan, melainkan diberi kesempatan yang sama untuk berkembang.


Sejak kecil hidup dengan keterbatasan visual, Reni tumbuh sebagai pribadi yang mandiri. Ia berusaha mengembangkan diri tanpa ingin menjadi beban keluarga. Di balik kehidupannya yang penuh tantangan, Reni tetap menunjukkan keteguhan hati untuk terus melangkah maju.


Atlet catur tunanetra asal Glenmore ini sebelumnya dikenal lewat prestasinya di tingkat nasional. Namun, pada peringatan Hari Difabel Sedunia tahun ini, Reni tidak ingin menonjolkan capaian medali. Sebaliknya, ia ingin menyuarakan harapan dan cita-cita yang mewakili banyak penyandang disabilitas di Indonesia.


“Semua orang punya kesempatan untuk maju, termasuk kami para difabel. Yang kami butuhkan adalah ruang untuk berkembang, pelatihan yang memadai, dan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan.” ujar Reni, Rabu (03/12/2025). “


Reni menilai akses pendidikan, fasilitas olahraga ramah difabel, dan pendampingan pelatih khusus masih sangat terbatas. Padahal, menurutnya, banyak talenta hebat yang terhambat hanya karena minimnya dukungan dan fasilitas.


Ia juga berharap penyandang disabilitas diberi peluang kerja yang adil. Reni sendiri bercita-cita menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui jalur prestasi dan kompetensinya.


“Saya ingin mandiri. Tidak ingin merepotkan keluarga. Pemerintah perlu membuka lebih banyak kesempatan kerja untuk kami,” ungkapnya. “Banyak teman-teman difabel yang sebenarnya mampu, hanya tidak diberi kesempatan," ucapnya.


Dalam pandangannya, Hari Difabel Sedunia harus menjadi momentum untuk memperkuat komitmen inklusi, bukan sekadar seremonial tahunan. Reni berharap masyarakat semakin memahami bahwa difabel bukan berarti tidak mampu mereka hanya membutuhkan akses yang setara.


“Kami bukan ingin diistimewakan, tapi diberi kesempatan yang sama. Banyak difabel punya kemampuan, hanya saja aksesnya terbatas,” ujarnya.


Ia menegaskan, inklusi adalah tanggung jawab bersama. Dengan peluang yang setara, penyandang disabilitas dapat berkontribusi dan berprestasi layaknya masyarakat lainnya.


“Semoga semakin banyak ruang bagi kami untuk berkembang. Semua orang punya hak yang sama untuk berjuang dan berhasil,” pungkasnya. (ep)