27 Tim Emak-emak di Penataban Banyuwangi Adu Cepat Unting-unting Kangkung

3oibiub.jpg Lomba Mengikat Sayur Kangkung atau Biasa Disebut Unting-unting Kangkung di Kelurahan Penataban (Foto: Istimewa/BWI24Jam)

BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi – Sebanyak 27 tim emak-emak di Kelurahan Penataban, Kecamatan Giri, Banyuwangi, unjuk ketangkasan dalam lomba adu cepat mengikat kangkung atau disebut "unting-unting kangkung". Perlombaan unik ini digelar untuk merayakan masa panen kangkung yang memang menjadi komoditas utama dan ikon pertanian di wilayah tersebut, pada Rabu (19/11/2025) selumbari.


Setiap tim terdiri dari dua orang yang bekerja sama menghasilkan ikatan kangkung yang rapi dan bersih dalam waktu hanya 1 menit. Satu peserta bertugas menata kangkung, sementara rekannya fokus mengikat. Penilaian tertinggi diberikan pada kebersihan, presisi, dan kerapian ikatan.


Lurah Penataban, Komariyah, mengatakan Penataban merupakan sentra penghasil kangkung terbesar di Banyuwangi. Kangkung yang tumbuh subur di daerah ini bahkan telah menjadi identitas lokal warga setempat.


“Melalui lomba ini kami ingin memperkenalkan kearifan lokal Penataban kepada masyarakat luas,” ujar Komariyah.


Ia menjelaskan, mayoritas peserta merupakan ibu rumah tangga yang setiap hari bekerja menyusun dan mengikat kangkung untuk dijual ke tengkulak. Ikatan-ikatan kangkung itu kemudian didistribusikan ke berbagai pasar tradisional di Banyuwangi. Lomba ini sebelumnya juga sempat digelar saat perayaan HUT RI ke-80 pada Agustus lalu.


“Rencananya lomba ini akan rutin kami gelar setiap tahun sebagai upaya mengangkat potensi lokal,” tambahnya.


Antusiasme peserta tampak tinggi. Salah satu peserta, Habibah (33), mengaku gugup karena baru pertama kali mengikuti lomba, namun bangga bisa ikut merawat tradisi lokal Penataban.


“Pengalaman ini luar biasa. Tidak hanya lomba, tapi cara mengenalkan budaya unting-unting ke masyarakat luar,” ujarnya.


Peserta paling senior, Mbah Zaenab (71), justru menjadi sorotan karena gerakannya sangat lincah. Ia mengungkapkan bahwa dirinya telah bekerja sebagai buruh unting-unting sejak puluhan tahun lalu.


“Saya sudah mengikat kangkung sejak muda, mungkin lebih dari tiga puluh tahun. Senang masih ada yang menghargai pekerjaan ini,” katanya.


Sebagai desa penghasil kangkung, sejumlah petani di Penataban mampu memperoleh pendapatan harian hingga Rp200 ribu dari hasil panen. Ke depan, kelurahan juga berencana memaksimalkan potensi wisata edukasi dengan menjadikan lomba ikat kangkung sebagai agenda berkala. (ep)