
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Gubernur DKI Jakarta terpilih, Pramono Anung dengan tegas melarang Pegawai Negeri Sipil (PNS) / Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berdinas di lingkungan Pengprov DKI Jakarta berpoligami.
Jadi, usai dilantik tanggal 20 Februari nanti, jangan berharap ada persetujuan izin dari dirinya bagi PNS/ASN yang hendak beristri lebih dari satu dan atau larangan bagi PNS wanita menjadi istri kedua.
Larangan bagi PNS Poligami merupakan semangat reformasi birokrasi yang akan diterapkan oleh politisi PDIP itu ketika kelak resmi memimpin. Jika ada yang ketahuan PNS berpoligami, dia tidak segan untuk memberikan sanksi tegas sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Ya, memang ada ketentuan mengenai diperbolehkannya PNS pria yang beristri lebih dari seorang maupun PNS wanita yang dilarang menjadi istri kedua/ketiga/keempat. Hal itu tertuang dalam regulasi mengenai izin Perkawinan dan Perceraian PNS dalam PP No 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 45 tahun 1990.
Lantas bagaimana dengan ASN yang dinas di Kabupaten Banyuwangi? Tentu, Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani tampaknya bakal bersikap tegas terhadap PNS yang nekat berpoligami. Jika ketahuan ada PNS yang malah "kawin siri", otomatis akan dijatuhi sanksi bagi PNS yang bersangkutan.
Isu perkawin siri yang dilakukan PNS di Banyuwangi jangan malah menjadi fenomena baru. Jangan sampai praktek poligami PNS justru dilakukan oleh pejabat teras Pemkab Banyuwangi. Saksi tegas terkait praktek PNS penganut poligami perlu diberlakukan karena itu menjadi bagian semangat reformasi birokrasi di lingkungan Pemkab Banyuwangi.
Sebagai bupati perempuan, Ipuk Fiestiandani tentu akan sangat ketat dalam pengawasan terhadap kinerja PNS. Jangan sampai kinerja yang sudah bagus, tetapi malah dirusak karena ada ulah oknum PNS berpoligami alias tidak menerapkan monogami. Jangan sampai juga muncul, ada PNS wanita yang rela dipoligami.
Perlu diketahui, PNS berpoligami sesuai perundang-undangan memiliki syarat yang sangat ketat. Pertama, istri seorang PNS tidak bisa menjalankan sebagai istri. Kedua, seorang istri PNS mendapat cacat badan atau memiliki penyakit yang sulit disembuhkan. Ketiga, seorang istri PNS tidak dapat melahirkan keturunan.
Meski demikian, ada aturan khusus bahwa pejabat seperti bupati juga tidak bisa memberikan izin bagi PNS pria yang mengajuan izin beristri lebih dari satu diantaranya adalah alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat. Selain itu, ada potensi bisa menganggu tugas kedinasan.
Jika ada pelanggaran dan menerobos peraturan yang ada, PNS yang bersangkutan diancam dengan salah satu hukuman disiplin berat yaitu Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai mana diatur dalam PP No. 94 tahun 2021 tentang disiplin PNS.
Tantangan Bupati - Wakil Bupati (Ipuk Fiestiandani - Mujiono) terpilih, ke depan memang semakin komplek dan cukup berat. Selain harus beres beres internal, juga harus bisa mencarikan solusi terbaik agar kasus perceraian di Banyuwangi bisa ditekan agar terus menurun. Selama kepemimpinan Bupati Ipuk, angka perceraian di Bumi Blambangan turun dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2021, awal kepemimpinan Bupati Ipuk, tingkat perceraian dengan jumlah 6.543 kasus. Kemudian angka angka itu menurun tahun 2022 dengan jumlah 5.799 kasus. Pada tahun 2023, kasus perceraian terus menurun dengan angka 5.231 kasus. Terakhir, kasus perceraian melorot drastis dengan angka 3.577 kasus yang terjadi pada tahun 2024.
Penurunan tingkat perceraian dari tahun ke tahun itu jelas menjadi bagian prestasi Bupati Ipuk. Oleh karena itu, pada momentum periode kedua memimpin Banyuwangi nanti sudah sangat layak angka perceraian ditekan maksimal. Sebab, perceraian yang terjadi selama ini karena alasan ekonomi.
Prestasi yang sudah bagus itu perlu diapresiasi. Jangan sampai prestasi itu bertolak belakang dengan munculnya PNS yang menerapkan poligami. Dan atau bahkan ada seorang PNS justru sudah punya keturunan atas hasil hubungan kawin siri. Jika sudah demikian, maka semuanya harus diantisipasi agar Banyuwangi tetap harum mewangi tidak ada isu sana sini. (*)
*Ali Nurfatoni, Sekretaris Forum Diskusi Dapil Se-Banyuwangi