OPINI: Menelisik Kebijakan Bupati Banyuwangi di Tengah Efisiensi Oleh: Ali Nurfatoni*

3alii.jpg Foto Ali Nurfatoni dengan Backgorund Ilustrasi AI (Foto: BWI24Jam)

BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Istilah penguasa Negara kini sudah luntur tergerus oleh zaman. Mereka yang duduk di eksekutif, legislatif, dan yudikatif lebih tepatnya disebut sebagai pengurus Negara. Semua pengurus punya tugas dan kewajiban dalam berbagai urusan sesuai tupoksi-nya (tugas pokok dan fungsi, red). 


Mulai dari urusan super berat, berat sampai urusan enteng remeh temeh sekalipun tetap menjadi tanggung jawab pengurus. Ya, pengurus memiliki kewenangan untuk mengatur sesuai   dengan peraturan. Pengurus tidak boleh menabrak peraturan apalagi selevel Undang-Undang.


Yang diurus sangat beragam. Adalah masyarakat majemuk yang tengah diurus dengan segala dinamikanya. Masyarakat yang terdiri dari perbedaan suku, agama, bahasa, budaya bisa hidup bersama dalam kesatuan republik Indonesia. Maka, sangat wajar jika terjadi perdebatan, silang pendapat, karena perbedaan pandangan. 


Dalam suatu waktu, para pengurus sedang menggelar rapat untuk mencari solusi tentang fenomena masalah urusan. Pimpinan rapat menyampaikan kata pengantar / prolog berupa gagasan-gagasan. Sementara pengurus lainnya, mendengarkan, sesekali menyampaikan pikiran. Hasilnya, dalam forum meja bundar itu disepakati dengan hasil pilihan gagasan.


Rembugan atas hasil kesepakatan itu dituangkan dalam berita acara untuk dilaksanakan bersama sama. Dengan era teknologi digital, pola sosialisasi kini lebih cepat. Hanya saja, penerapan di lapangan terkadang tidak berjalan mulus sesuai harapan. Banyak rintangan dan hambatan. 


Skenario di atas kertas belakangan menemui fakta yang tidak gampang. Bahkan, terjadi penolakan, hingga terjadi aksi unjuk rasa karena merasa keberatan atas kebijakan yang sudah tertuang. Ini tantangan bagi para pengurus untuk menyelaraskan sehingga semuanya bisa menjadi paham maksud dan tujuan. 


Istilah pengurus, ada pengurus pusat, pengurus wilayah, pengurus daerah sampai pengurus level RT (Rukun Tetangga). Keputusan pengurus pusat harus sampai dan diterapkan sampai level RT, hingga sampai kepada semua orang. Satu komando, satu barisan, dan satu tujuan untuk mewujudkan dan mengamankan segala keputusan.


Sebagai contoh; pengurus pusat yaitu pemerintah pusat bakal menerapkan pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) untuk seluruh pemerintah daerah (mulai provinsi sampai kabupaten) di Indonesia. Pemotongan anggaran tersebut membuat pengurus di berbagai wilayah kelimpungan.


Tapi, apa daya itu sudah menjadi keputusan yang harus dijalankan. Akan tidak logis, gara-gara anggaran dipotong besar-besaran, pengurus wilayah justru bersuara lantang dan menggelar aksi demo besar-besaran tolak pemotongan. Sebab, jika itu dilakukan, maka tidak satu komando dan satu barisan.


Nah, bagaimana pemerintah daerah menyikapi kebijakan pemangkasan anggaran? Ini yang menjadi tugas bagi setiap wilayah. Tentunya, karena pengurangan anggaran yang signifikan, maka penerapan yang logis adalah penghematan. Irit semua lini. Tetapi, tetap tidak boleh mengesampingkan pola makan empat sehat lima sempurna hahaha!


Pemangkasan anggaran yang besar pada tahun 2026 tahun depan memaksa pemerintah daerah mulai ancang-ancang skenario. Ada yang mewacanakan work from home (WFH) untuk sebagian aparatur sipil negara (ASN) yang tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat. Semuanya karena risiko efisiensi.


Lantas bagaimana dengan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi? Sebagaimana diketahui, Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani Azwar Anas langsung mengantisipasi. Dalam suatu waktu, bupati berkacamata itu berkonsultasi di kementerian dalam negeri dan ditemui langsung oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.


Pemerintah kabupaten Banyuwangi merencanakan pembentukan dana abadi daerah (DAD) dengan pola penjualan sebagian saham di tambang emas yang beroperasi di Gunung Tumpang Pitu yang dikelola oleh PT. Bumi Sukses Indo (BSI). Tujuannya jelas agar pembangunan di Banyuwangi terus berkelanjutan. Rencana tersebut mendapatkan angin segar dan persetujuan dari Mendagri Tito Karnavian. Kata dia, Banyuwangi menjadi role model karena tidak habis energinya dalam berinovasi. 


Ruang fiskal yang terbatas memang membuat pengaruh besar dari berbagai sisi. Bayangkan, pada tahun depan, dana transfer ke daerah untuk Banyuwangi dipangkas sekitar 665 Miliar rupiah. Ini duit tidak sedikit, jika tidak ada inovasi, maka berdampak dalam berbagai sektor, terutama urusan pembangunan. Sementara, kita sebagai warga biasa cenderung menuntut banyak pembangunan. Demikian! (*)

*Ali Nurfatoni, Ketua Rumah Analisis Kebijakan Publik Kabupaten Banyuwangi