
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Marhaban Yaa Ramadhan. Bulan yang disambut dan dinanti oleh umat muslim seluruh dunia. Bulan penuh ampunan, rahmat dan bulan dimana kitab suci umat Islam sering dilantunkan.
Apa yang identik dengan Ramadan? Suara “bedug” azan maghrib? Ramainya suara pemanggilan “saur”? iklan sirup marjan di televisi? atau hidangan kemewahan “takjil” yang beraneka ragam? Tentunya itu benar semua.
Para penjual takjil akan sering kita lihat di susuran jalan saat menjelang berbuka. Beraneka jenis makanan dan minuman sangat apik, rapi, memanjakan mata dan menarik untuk dibeli. Apalagi banyak juga komunitas, organisasi atau golongan yang membagikan takjil secara gratis di berbagai perempatan jalan.
Disadari atau tidak, terkadang Ramadan malah identik dengan hal itu. Dengan budaya serbu takjil, hunting kuliner, atau bukber besar-besaran dan ramai-ramai.
Tidak sedikit uang yang dikeluarkan untuk menikmati sajian yang waktunya hanya sebatas magrib dan isya itu. Makan dan minum hingga perut penuh sebagai upaya balas dendam menahan lapar dan dahaga sedari pagi hingga petang tiba.
Tidak heran, jika tingkat konsumtif yang tinggi membuat berat badan meningkat dibandingkan sebelum bulan Ramadan. Tubuh pun obesitas yang memicu penyakit berbahaya lainnya berdatangan. Padahal Ramadan adalah bulan berpuasa, bulan menahan lapar dan dahaga, mengapa berat badan bertambah? Ya, jawabannya adalah konsumsi yang berlebihan disaat berbuka atau “nyemil” pada malam harinya.
Tidak hanya itu, konsumsi yang berlebihan menyebabkan beraneka macam penyakit juga berdatangan. Apalagi dianjurkan berbuka dengan yang manis-manis. Tahun 2024 kemarin, pengidap diabetes mencapai 20 juta lebih jiwa yang terdiri dari umur 20 sampai 79 tahun. Diabetes tidak hanya diderita oleh orang lanjut usia saja melainkan hingga ke kalangan remaja.
Efek lain karena terlalu berlebihan mengkonsumsi makanan atau minuman adalah meningkatkan resiko penyakit jantung, kolesterol dan hipertensi. Penyakit ini dipicu karena terlalu banyak mengonsumsi gula, gorengan atau daging olahan lainnya.
Rasulullah SAW pernah mengatakan yang diriwayatkan oleh imam Ath-thobrani “berpuasalah, maka kalian akan sehat”. Dengan berpuasa maka tubuh akan otomatis melakukan detoksifikasi, yaitu proses mengeluarkan racun-racun yang berada di dalam tubuh. Rasa lapar juga memicu sel-sel induk memproduksi sel darah putih untuk melawan infeksi.
Dengan berpuasa tubuh mendapatkan fase istirahat usus dan mengurangi kadar lemak tubuh. Kelebihan lemak dapat merusak keseimbangan kekebalan tubuh. Banyak lemak akan memicu produksi sel dan timbul peradangan pada rgan tubuh sehingga muncul penyakit pembuluh darah dan masalah kesehatan lainnya.
Selain menjadi detoks jiwa jasmani, puasa juga dapat menjadi detoks jiwa rohani. Tidak terlalu banyak keinginan-keinginan melakukan hal-hal yang dilarang agama, membantu menurunkan hormon stres dan merangsang hormon endorfin yang baik untuk mengurangi rasa cemas serta menjadi sarana mendekatkan diri yang baik kepada Allah SWT.
Peneliti dari Americans College of Cardiology mengatakan bahwa dengan berpuasa dapat menyucikan jiwa mengatasi niat-niat buruk yang melanggar norma agama. Saat puasa juga akan menambahkan kesadaran menyadari hal-hal apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Hal itu menumbuhkan semangat spritual seseorang yang berpuasa.
Puasa menyebabkan lapar dan lapar dapat melawan syahwat atau hawa nafsu. Rasulullah pernah mengatakan bahwa Syaithan mengalir dari dalam darah dan cara menyempitkan aliran darah adalah dengan cara lapar. Imam Al-ghazali juga menambahkan dalam kitabnya “Al Arba’in fii Ushuul Ad al-Diin” bahwa puasa merupakan ibadah individual yang mencegah dari perbuatan maksiat.
Bulan Ramadan ini mari kita tingkatkan detoks jiwa jasmani dan ruohani kita. Berburu takjil bukanlah suatu keburukan. Namun, tetap dengan mengonsumsi dalam jumlah yang wajar dan menjaga keseimbangan nutrisi saat berpuasa.
Maka, jadikanlah puasa, beribadah, berbuat baik dan hal baik lainnya sebagai ikonik bulan Ramadan. Sehingga marwah bulan Ramadan tidak dikalahkan oleh istilah-istilah lain yang dapat mengurangi esensi dari berpuasa itu sendiri. (*)
*M. Chalwa Mashum, Santri Ponpes Darussalam Blokagung, Tegalsari, Banyuwangi