
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Hadirnya mesin dan teknologi rupanya turut menggilas seniman yang bergerak di bidang cetak sablon. Dampak itu yang kini dirasakan Slamet Eko Budiono (47), seniman sablon di Dusun Maron, Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng, Banyuwangi.
Gelar master alias dedengkotnya sablon tak menjadi jaminan Eko melanggengkan usaha yang sudah menyambung hidupnya selama hampir 30 tahun. Desakan mesin digital mau tak mau memaksanya banting setir ke usaha utak-atik sampah kardus.
Ya, sampah kardus itu digubah Eko menjadi kotak hantaran lamaran ataupun wadah kue ukuran jumbo. Itu dilakukan pria berperawakan kurus dengan rambut gondrong gaya metro ini untuk bertahan hidup.
"Hadirnya mesin DTF (direct to film) sangat memukul kelangsungan hidup tukang sablon termasuk saya sendiri yang sudah puluhan tahun menekuni bidang ini," kata Eko, Minggu (05/01/2025) kepada BWI24Jam
Eko mengakui sudah kalah kelas dengan kehadiran teknologi yang tak diikuti olehnya. Ditambah lagi badai pandemi menambah buruk keadaan.
Kekolotan pikir menenggelamkan seluruh usahanya. Tak ingin berpaku dan berdiam, Eko akhirnya banting setir mengolah kardus.
"Dari coba-coba ternyata lumayan menghasilkan dan kini jadi salah satu mata pencaharian utama. Selama satu tahun lebih merintis usaha ini jadi penyambung hidup," ungkapnya.
Kemudahan bahan yang diperoleh membuat usaha rintisan Eko berjalan mulus sejauh ini. Kardus-kardus itu diperoleh dari pengepul rongsokan di sekitar.
Mulanya kardus dipilah dan dipotong menjadi beberapa bagian. Bagian itu dibuat dinding dan alas yang setelahnya direkat untuk menjadi satu kesatuan.
Sebelumnya kotak dibuat lubang pada tengah bagian untuk dijadikan atap penutup. Alatnya pun sederhana, made in Eko sendiri.
"Alat potong dibuat sendiri untuk mempermudah pembuatan lubang tengah. Memanfaatkan bekas alat potong yang sering dibuat di usah mesin fotokopi," terangnya.
Eko mengungkap dalam sehari bisa memproduksi sekitar 30-40 kotak hantaran. Kotak itu yang kini dipajang di sejumlah pasar yang ada di Genteng dan Gendoh, Kecamatan Sempu.
Dirinya mengaku tak pernah repot dalam memasarkan kotak hantaran buatannya. Sudah ada kurir yang mengambil hasil dari penjualan kotak hantaran buatannya.
"Sudah ada sales yang langganan ngambil terus diedarkan ke toko-toko yang ada di pasar," ujarnya.
Profesi banting setir ini bisa menghasilkan fulus yang lumayan. Jika dirinci dari modal yang dikeluarkan, keuntungan per kotak sekitar Rp1.500. itu diperoleh melalui pengurangan hasil jualan sebesar Rp5000.
Kini, Eko mencoba untuk bisa memodifikasi alat manual yang saat ini dipakai. Alat yang menurutnya masih lambat dalam proses produksi.
Akan tetapi ia masih terkendala modal. Maklum, usahanya masih belum dilirik kreditur yang berniat memberikan stimulus untuk usaha kecilnya itu.
Ia tak ingin patah aral dan menabung sedikit demi sedikit demi mengembangkan usahanya ini.
"Target pasti ada tapi tak muluk-muluk awal tahun ini bisa. Jalanin mesin yang ada saat ini," tambahnya.
Sementara agar ilmunya tak terbuang muspra, Eko tetap memberikan cuma-cuma bagi yang ingin belajar sablon atau usaha baru yang dirintisnya.
Kendati sablon sudah minim peminat dirinya berkeyakinan masih ada yang melirik. Melirik cetak sablon yang sempat berjaya di eranya. (ep)