Ilustrasi AI (Foto: BWI24Jam)
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Perhelatan Konferensi Cabang (Konfercab) Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPC PDIP) Kabupaten Banyuwangi telah rampung. Ana Aniati diplot sebagai ketua dan resmi menggantikan I Made Cahyana Negara yang telah menjabat selama dua periode. Tokoh perempuan itu akan didampingi oleh Ficky Septalinda sebagai sekretaris dan Desi Prakasiwi sebagai bendahara.
Terpilihnya Ana Aniati memang di luar prediksi dan mengejutkan berbagai pihak, termasuk di internal partai. Sebab, tokoh satu ini sama sekali tidak masuk catatan. Namun demikian, ketua Majelis Alumni Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama (MA IPPNU) Banyuwangi itu yang semula tidak digadang-gadang ternyata melenggang mulus di arena konferensi yang dilaksanakan di Surabaya.
Sempat diwarnai aksi walkout para peserta dari kalangan Pengurus Anak Cabang (PAC) sesaat nama Ana Aniati dibacakan dan diumumkan langsung oleh Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) PDI Perjuangan Jawa timur, Said Abdullah. Mayoritas PAC memilih keluar forum. Walaupun sempat diwarnai protes, tapi dinamika begitu dinamis dan berujung hingga suksesnya prosesi pelantikan dan kepengurusan DPC PDIP Banyuwangi periode 2025-2030 dianggap sah dan legitimate.
Banyak pihak yang menduga incumbent, I Made Cahyana Negara bakal terpilih kembali. Sebab, ketua DPRD ini memiliki rekam jejak panjang. Dasar dan pertimbangannya diantaranya dia mampu menjaga stabilitas politik lokal.
Selama menjabat sebagai Ketua DPC sekaligus Ketua DPRD, ia dinilai berhasil menjaga stabilitas politik daerah selama 10 tahun. Bersama unsur eksekutif, program-program strategis dapat berjalan lancar dan tuntas. Dinamika serta intrik politik di internal DPRD juga mampu diselesaikan secara kondusif tanpa menimbulkan eskalasi konflik yang besar.
Pertimbangan kedua, tokoh asal Ketapang ini dinilai sukses mempertahankan kekuatan elektoral. Dalam setiap momentum pemilu, kepemimpinannya terbukti mampu mempertahankan, bahkan memenangkan kompetisi politik. PDIP tetap menjadi peraih kursi terbanyak di DPRD Banyuwangi serta konsisten memenangkan pasangan Bupati–Wakil Bupati pada pemilihan kepala daerah.
Ketiga, dia berpengalaman dan memiliki jaringan akar rumput yang kuat. Rekam jejak panjang di struktural partai, ditopang loyalitas kader dari tingkat ranting hingga PAC, memperkuat legitimasi kepemimpinannya. Kondisi ini meningkatkan kepercayaan publik terhadap soliditas partai. Sebab itulah, pergantian ketua DPC pada tahun 2025 memang dipandang cukup berisiko mengganggu konsolidasi partai yang telah terbentuk.
Keempat, ia adalah figur politik berpengaruh dan minim konflik. Ia dikenal sebagai tokoh politik yang memiliki pengaruh signifikan di Banyuwangi. Mampu menerjemahkan serta mengimplementasikan strategi dan isu politik nasional di tingkat daerah, tanpa tercatat terlibat konfrontasi dengan pihak manapun. Pendekatannya yang kolaboratif dinilai menjadi salah satu kekuatan utama.
Kelima, ia bekerja efektif dibalik layar dengan pola penyelesaian akhir yang tuntas. Gaya kepemimpinan yang tidak selalu tampil di ruang publik justru menjadi ciri khasnya. Ia hanya muncul pada situasi strategis atau genting, sementara proses pengelolaan dilakukan secara senyap namun efektif. Hasil akhir yang selalu terselesaikan menunjukkan kapasitasnya dalam menentukan momentum turun tangan dan menjaga situasi tetap terkendali.
Meski demikian, ada beberapa catatan mengapa ia perlu diganti untuk regenerasi. Ia sebetulnya patut naik level ke jenjang lebih atas yaitu di lingkaran Jatim. Sayang, belakangan diketahui bahwa ia memilih bertahan di Banyuwangi dengan berbagai alasan dan pertimbangan.
Kini, tugas berat menanti Ana Aniati. Dengan segudang pengalamannya dari berbagai organisasi ditambah poin sebagai akademisi bergelar doktor dan sebagai dosen di Universitas Islam Ibrahimy Genteng, ia dituntut bisa membuktikan bisa meneruskan ritme perjuangan seperti yang telah diwariskan sang pendahulunya, I Made Cahyana Negara.
Ia juga dituntut bisa menjaga disiplin di internal partai. Sebagai Ketua DPC PDIP, Ia dituntut harus mampu menertibkan kedisiplinan baris-berbaris dalam struktur organisasi serta bisa menjaga marwah partai. Maka perlu menekankan pentingnya menjaga etika saat memberikan komentar-komentar bernada pedas di ruang publik.
Perlu adanya penekanan sekaligus pembinaan bahwa kader terbaik harus mendapatkan penghargaan dan didukung total. Semisal, menghindari komentar yang kontroversial kepada tokoh internal partai.
Misalnya, memberikan statement yang ditujukan kepada tokoh partai yang duduk di struktural maupun di pemerintahan seperti Abdullah Azwar Anas sebagai fungsionaris DPP PDI Perjuangan dan Bupati Ipuk Fiestiandani yang notabene pengurus DPD PDI Perjuangan Jawa timur. Ini penting dilakukan sebagai cermin kuatnya pembinaan di internal struktural partai. Selamat bekerja dan semoga bisa menghadapi rintangan sekaligus hambatan dengan penuh bijaksana. Merdeka! (*)
*Ali Nurfatoni, Ketua Rumah Analisis Kebijakan Publik Kabupaten Banyuwangi

