BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Tak bisa terbayangkan bila nasib buruk bakal menimpa Ipuk Fiestiandani, sebagai calon bupati yang kalah melawan seorang yang bernama H. Moh. Ali Makki dalam kontestasi Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun ini.
Apalagi, jika sang suami, Abdullah Azwar Anas juga gagal mendapatkan tiket masuk menjadi menteri lagi pada kabinet baru Presiden-Wakil Presiden, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka yang akan dilantik 21 Oktober nanti.
Ya, Abdullah Azwar Anas memang memiliki kualitas dan syarat prestasi sehingga sangat tepat menduduki kursi menteri di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) meski melalui hasil reshuffle.
Tetapi, itu tampaknya dinilai masih belum cukup syarat mengingat dia merupakan kader PDIP yang secara politik berseberangan dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yaitu Gerindra, PKS, Golkar, dan Demokrat dalam kontestasi pemilihan presiden beberapa waktu lalu.
Dari sinilah, mau tidak mau, suka tidak suka, seperti pada umumnya dan kebiasaan dari para pendahulu pendahulunya, presiden terpilih akan mengajak jajaran menteri untuk membantu roda pemerintahan yang masih dalam “satu gerbong” koalisi pemenangan.
Sebut saja dimulai era Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Mayoritas menteri diambil dari kader kader partai politik yang pernah berjuang, mengawal dan memenangkan dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden.
Dalam istilah, mereka yang ikut berjuang, maka mereka layak mendapatkan porsi yang lebih sesuai dengan kualitas dan kapasitasnya. Sangat tidak mungkin, tiba tiba yang pernah menjadi lawan politik mendadak masuk dalam kabinet. Sebab, partai koalisi pemenangan duet Prabowo-Gibran juga memiliki banyak kader kader yang berkualitas dan mumpuni.
Kecuali, dalam pertengahan perjalanan, partai-partai yang semula oposisi memilih gabung untuk berkoalisi. Contoh sederhana adalah gabungnya Partai Demokrat di pemerintahan Joko Widodo. Hasilnya, Agus Harimurti Yudoyono (AHY) akhirnya diangkat menjadi menteri.
Nah, masih belum terbayangkan bagaimana jika Ipuk Fiestiandani dipaksa menuai kekalahan di Pilkada tahun ini. Padahal, dia mendapatkan sokongan kekuatan penuh dari partai koalisi super besar yang total 16 partai. Ini bisa menjadi modal sang petahana bisa melenggang kembali ke Pendopo Sabha Swagata Blambangan.
Tapi perlu diingat, perjalanan roda pemerintahan yang berjalan saat ini juga perlu dievaluasi. Terhitung, sudah 14 tahun, satu keluarga sepasang suami-istri sebagai penguasa Banyuwangi yaitu sebagai Bupati Banyuwangi. Meski tidak bisa dipungkiri, prestasi Banyuwangi di bawah kendali suami-istri ini juga layak diapresiasi.
Tetapi pertanyaanya, apakah pengganti atau tokoh lain tidak bisa memberikan prestasi untuk rakyat Banyuwangi? Tentu potensinya sangat bisa. Apalagi yang maju sebagai kandidat calon bupati adalah Gus Makki, sebutan akrab, H. Moh. Ali Makki Zaini.
Sebab, tokoh satu ini sudah pernah berbuat dalam urusan sosial kemanusiaan dan keagamaan, terutama bagi warga NU. Ketika mengemban amanat sebagai ketua organisasi keagamaan terbesar di Banguwangi yaitu PCNU, pengasuh pondok pesantren bahrul hidayah rayud Parijatah Kulon, Kecamatan Srono ini cukup fenomenal dengan program sobo deso dan kampung NU nya.
Laden laden atau open open warga NU menjadi primadona. Tentu, itu sangat diingat bagi warga NU, baik di struktural NU maupun masyarakat luas pada umumnya. Gus Makki dinilai tokoh NU yang berprestasi yang juga perlu didukung oleh warga NU.
Sama halnya Abdullah Azwar Anas yang mendapatkan dukungan PCNU lewat serap aspirasi warga NU di kala mengawali perjalanan “nyalon” bupati pada periode 2010 silam.
Gus Makki adalah tokoh pembaharuan dan perubahan. Bahkan, bisa disebut, ritme perjalanan Gus Makki ini hampir serupa dengan perjalanan KH. Abdurrahman Wahid alias Gusdur. Berjuang melawan pemerintahan orde baru semasa menjadi ketua PBNU, kemudian terpilih menjadi presiden tahun 1999 dan orde baru pun tumbang setelah 32 tahun berkuasa.
Gusdur menjadi presiden membawa pengaruh besar bagi kelangsungan rakyat Indonesia. Sepak terjang, gaya komunikasi yang elegan, lobi lobinya di luar negeri cukup disegani dan membawa dampak besar bagi perdamaian dunia. Kerap kali Gusdur ini melempar guyonan guyonan tetapi materinya penuh arti. Gusdur bisa disebut sebagai wali.
Sementara itu, Gus Makki ini maju sebagai calon bupati ini penuh lika liku dan syarat misteri. Bagaimana tidak, seandainya tidak ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas minimal parpol untuk mengusung calon bupati-wakil bupati, Gus Makki tentu tidak bisa maju sebagai calon bupati.
Sebab, saat itu, hanya tersisa PKB sementara mayoritas parpol lain menyatakan dukungan kepada pasangan Ipuk Fiestiandani - Mujiono. Jika pada aturan lama, PKB tidak cukup syarat mengusung pasangan calon bupati-wakil bupati karena hanya mendapatkan 9 kursi parlemen, sementara batas minimal adalah 10 kursi.
Jauh jauh hari sebelum putusan MK, dengan penuh kepercayaan dan keyakinan, Gus Makki menyatakan tetap akan maju sebagai calon bupati. Pernyataan Gus Makki ini sontak membuat tokoh tokoh politik di Banyuwangi geleng-geleng. Berangkat dari mana, PKB sendirian tidak punya koalisi dan tidak cukup syarat untuk maju sebagai calon bupati.
Faktanya, beberapa hari menjelang pendaftaran, putusan MK mengubah segalanya. Gus Makki benar-benar bisa mencalonkan diri sebagai calon bupati dari PKB bersama calon wakilnya, Ali Ruchi.
PKB hanya digandeng dengan PBB dalam kontestasi politik Pilkada Banyuwangi. Meski secara matematika hitungan di atas kertas Gus Makki kalah karena faktor dukungan partai politik, tetapi Gus Makki tentu sangat percaya dengan kekuatan rakyat. Maka. Koalisi kerakyatan dan atau koalisi bersama rakyat kini cukup mengena. Banyuwangi Hebat, Rakyat Bahagia!
Gus Makki maju sebagai calon bupati juga nyaris tanpa tekanan karena dia adalah sang penantang. Menang luar biasa, kalah juga tidak apa apa. Tetapi, bagi sang juara bertahan, Ipuk Fiestiandani, kalah bisa menjadi prahara. Sebab, semuanya serba ada termasuk kekuatan partai politik yang lebih dari 80 persen.
Singkat kata, andai Ipuk Fiestiandani tidak jadi bupati lagi dan suami gagal dapat posisi menteri, ini menjadi sejarah baru runtuhnya dominasi suami-istri bertahta di Banyuwangi. Singkat kata, rakyat Banyuwangi bebas menentukan calon bupati. Pilihannya antara memilih Ipuk Fiestiandani atau Gus Makki di Pilkada Banyuwangi. (*)
*Ali Nurfatoni, Sekretaris Forum Diskusi Se Banyuwangi