
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - No horeg no party nampaknya tak berlaku pada perayaan karnaval yang diselenggarakan di Desa Gendoh, Kecamatan Sempu, Banyuwangi. Disini, penonton disuguhkan budaya kolosal khas Nusantara tanpa kehadiran suara bising dan gelegar suara sound sistem berlabel horeg.
Ratusan peserta dari siswa SD dan SMP se-Desa Gendoh turun ke jalan dalam parade bertema budaya kolosal, menonjolkan kreativitas dan seni tanpa dentuman audio memekakkan telinga, Rabu (20/08/2025). Dari peragaaan busana khas Nusantara, tarian kolosal, sampai musik kesenian daerah mejeng di karnaval Agustusan.
Menariknya, tak ada satupun sound system bersuara keras atau yang dikenal sound horeg dalam acara ini. Adapun sound system hanya sebagai pengirim musik untuk barisan tarian itupun ditandu menggunakan kendaraan sekelas pikap dan suara yang keluar ramah telinga.
"Ada sound sistem tapi digunakan sebagai musik pengiring itupun diangkut menggunakan pikap. Selebihnya tidak ada peserta yang menggunakan sound sistem berukuran besar," ujar Ketua Panitia HUT RI ke-80 Desa Gendoh, Kecamatan Sempu, Dani Sanjaya, Kamis (21/08/2025) kepada BWI24Jam.
Dani mengungkap aturan pelarangan penggunaan sound horeg sejatinya sudah ada sebelum riuh soal sound horeg pada Agustusan tahun ini. Dimulai sejak tahun lalu, karnaval di Desa Gendoh lebih menonjolkan aspek historis.
Panitia dan peserta sepakat gelaran karnaval sebagai ajang melestarikan sekaligus mengenalkan budaya Nusantara kepada khalayak luas. Lebih-lebih kepada generasi muda yang dinilainya lambat laun pengetahuan akan budaya sendiri kian memudar.
Oleh karena itu, kata dia, lewat ajang tahunan ini misi pengenalan budaya tetap tersambung. "Harapan kami jelas budaya Indonesia yaang kaya dan sangat beragam ini bisa ditampilkan di karnaval Agustusan. Alhamdulillah jalannya acara lancar dan penonton menikmati sajian dari adik-adik yang tampil tanpa ada gangguan suara keras," ungkapnya.
Selain siswa, peserta yang tampil turut mewakili masih-masing dusun yang ada di Desa Gendoh. Dani menambahkan sejak jauh-jauh hari mereka mempersiapkan sedemikian rupa agar peragaan maupun atraksi yang ditampilkan bisa memukau mata yang melihat.
Meski beda dan terkesan kolot, Dani mengatakan tepukan penonton tak henti-hentinya bergemuruh ketika peserta tampil. Tepukan itu rupanya menambah semangat kendati mereka harus melahap rute yang tak pendek.
"Respon penonton itu yang menambah semangat peserta saat melalui jalan dari Dusun Gantung ke Genitri yang jaraknya hampir 5 kilometer," kata Dani.
Aria Bima salah satu penonton mengapresiasi, konsep karnaval yang diusung. Karnaval ini, kata dia, patut menjadi inspirasi daerah lain.
Selain memberi ruang bagi ekspresi positif pelajar, karnaval tanpa kebisingan dinilai lebih aman, tertib, dan nyaman bagi warga.
“Justru sajian seperti ini yang seharusnya menjadi contoh bagi daerah lain. Bukannya menggelar aksi karnaval yang terkesan bising dan terkesan menjadi antitesa budaya sendiri," ungkap Aria. (ep)