
BWI24JAM.CO.ID, Banyuwangi - Pemilihan Bupati Banyuwangi akan digelar tanggal 27 November 2024. Sederet nama telah muncul ke permukaan, meski demikian belum diketahui secara pasti siapa yang akan bertarung dalam pilkada serentak itu. Sebab, semuanya tergantung rekomendasi dari Partai Politik yang ada di Pusat.
Yang perlu diketahui adalah biaya operasional dan kampanye setiap calon tentu membutuhkan biaya yang cukup besar. Duit memang tidak segalanya, tapi segalanya butuh duit. Mustahil tanpa duit dengan sistem demokrasi yang ada saat ini.
Contoh saja, dalam pilihan rakyat terbawah yaitu pemilihan Kepala Desa. Calon kades membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Nilainya memang bervariasi. Tergantung jumlah pemilih di desa masing-masing. Anggap saja, di Banyuwangi: seorang calon kades rata-rata menelan biaya Rp 200 juta hingga 1 Miliar. Jika diulas secara linear, lantas berapa modal yang harus disiapkan sebagai calon bupati?
Sekedar tahu, Banyuwangi memiliki 189 desa dan 28 kelurahan. Total ada 217 desa dan kelurahan. Jika dirata-rata per-titik desa/kelurahan 200 juta saja, maka 200 juta dikali 217 sama dengan 43,4 Miliar. Tentu itu angka yang fantastis.
Sebagai catatan juga, di Banyuwangi ada 5.195 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di seluruh desa dan kelurahan. Untuk biaya saksi tiap calon misalnya dibutuhkan Rp 200 ribu hingga 300 ribu. Misalnya, angka terkecil adalah Rp 250 ribu. Maka, biaya untuk saksi nilainya adalah Rp 1.298.750.000.
Jumlah DPT di Banyuwangi sesuai data yaitu 1.341.678 orang. Maka setiap pasangan calon harus memiliki target lebih dari 50 persen dari setiap TPS. Rata-rata setiap TPS sekitar 300 pemilih. Dan atau, lebih 50 persen dari setiap desa. Atau juga memiliki target di atas 50 persen di setiap kecamatan dan seterusnya. Ini berlaku jika hanya diisi dua paslon,
Jika disimak tingkat kehadiran 70 persen saja, minimal paslon harus mendapatkan suara lebih dari 500 ribu suara agar menjadi pemenang. Sekali lagi, ini kalau hanya dua paslon yang berkompetisi.
Jika ternyata paslon yang berkompetisi lebih dari dua paslon, maka biaya justru lebih minim. Rumusnya adalah semakin minim calon, maka biaya tambah gede. Sebaliknya, jumlah paslon semakin banyak, maka amunisi setiap calon lebih irit.
Pasangan Ipuk Fiestiandani Azwar Anas-Sugirah pada Pilkada 2020 lalu menang dengan suara cukup tipis atas rivalnya, Yusuf Widyatmoko-KH. Riza Aziziy. Saat itu, Paslon No urut 2 menang dengan total suara 438.847 suara.
Sementara, paslon no urut 1 mendapatkan 398.133 suara. Dengan demikian kemenangan dengan selisih 40.714 suara. Prosentase kemenangan Paslon No Urut 2 dari hasil rekap Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyuwangi unggul tipis adalah 52,4 persen.
Saat itu, presentase jumlah partisipasi pemilih cukup rendah yaitu 61,6 persen dari jumlah total DPT saat itu 1.304.909 orang. Beban biaya yang besar itu tentu telah dipikirkan dan dipertimbangkan oleh semua calon.
Semua calon pasti kini telah berusaha maksimal melakukan komunikasi politik dengan semua parpol. Tujuannya adalah bisa mendapatkan mandat alias rekomendasi bisa maju sebagai calon bupati dan wakil bupati.
Di Banyuwangi: hanya PDIP yang bisa mengusung paslon tanpa koalisi. Sementara parpol lain harus berkoalisi sebagai salah satu syarat minimal 20 persen perolehan kursi di DPRD.
PDIP meraih 11 kursi dalam pileg kali ini. Posisi kedua yaitu PKB dengan 9 kursi. Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Nasdem masing-masing 7 kursi dan Partai Gerindra 6 kursi dan terakhir PPP yaitu 3 kursi.
Total 50 kursi di parlemen Banyuwangi. Pada perkembangannya, pilkada tahun ini tetap akan digelar sesuai tahapan. Masyarakat Banyuwangi yang akan menentukan suaranya di bilik suara.
PDIP sebagai pemenang dalam tiga pilkada sebelumnya akankah kembali berkuasa pada tahun ini atau sebaliknya, dominasi PDIP bisa dipatahkan, kita tunggu saja! (*)
Sekretaris Forum Diskusi Dapil Se-Banyuwangi